Menu
Filosofi

Filosofi

Sutra Bunga Teratai

PinterestSutra Bunga Teratai secara luas dianggap sebagai salah satu sutra paling berpengaruh dan penting atau kitab suci agama Buddha. Di dalamnya, Sakyamuni menguraikan kebenaran hidup sejati yang mencerahkannya.

Pesan utama sutra tersebut bahwa dunia Buddha, keadaan hidup tertinggi yang dicirikan dengan rasa welas asih, kebijaksanaan, dan keberanian tanpa batas, telah melekat dalam diri setiap orang tanpa perbedaan gender, etnis, status sosial atau kemampuan intelektual.

Sutra Bunga Teratai adalah ajaran yang mendorong keterlibatan aktif lewat keduniawian dan seluruh tantangannya. Dunia Buddha tidak lari dari semua tantangan ini, namun menjadi sumber energi positif tak henti bergumul dan menjelma lewat penderitaan dan kontradiksi kehidupan serta menciptakan kebahagiaan.

Sebagaimana yang ditulis oleh Presiden SGI, Daisaku Ikeda, “Sutra Bunga Teratai pada dasarnya adalah ajaran pemberdayaan. Sutra tersebut mengajarkan kita semua bahwa ketekatan hati dalam diri seseorang mampu mengubah segala hal; ini memberikan ungkapan tertinggi terhadap potensi tak terbatas dan martabat yang melekat pada setiap kehidupan manusia.”

Realitas Tertinggi

Pada awal pembabaran sutra, Sakyamuni mengatakan kepada para muridnya  jika prinsip atau “hukum” yang membuatnya tercerahkan yaitu lewat pendalaman yang sulit dijelaskan dan hanya bisa dipahami oleh kebijaksanaan Buddha itu sendiri.

Ini adalah kenyataan tertinggi dari kehidupan – hukum pokok yang mendasari cara kerja seluruh kehidupan dan alam semesta dan diungkapkan sebagai segala fenomena. Walaupun hukum gaib ini tidak mudah dijelaskan, hal ini tertulis dalam sutra dan dalam mengabdikan diri pada sutra ini serta membagikannya kepada orang lain.

Menurut Sakyamuni, para murid dan pengikutnya di masa mendatang dapat membangkitkan hukum ini dalam diri mereka sendiri.  

Dalam bahasa Sanskerta, bahasa yang pertama kali dituliskan, judul sutra tersebut adalah Saddharma-pundarika-sutra. Beberapa terjemahan bahasa mandarin dibuat dari versi sutra berbahasa Sanskerta, diantaranya terjemahan Kumarajiva (344-413). Judul Miao-fa-lian-hua-jing (Jpn. Myoho-renge-kyo) dianggap sebagai sangat luar biasa dan memfasilitasi penyebaran ajarannya ke China dan Jepang.

Jalan Tanpa Tanding

Di abad ke-16, cendekiawan Buddhis Cina Zhiyi (Guru Besar Tiantai atau T’ien-t’ai) melakukan banyak hal untuk mempertegas supremasi Sutra Bunga Teratai di antara ajaran-ajaran Sakyamuni. Zhiyi mencermati perbedaan yang sangat signifikan di antara paruh pertama dan kedua kitab sutra dimana perspektif baru tentang agama Buddha diungkap.

Di sini Sakyamuni menyangkal gagasan bahwa ia pertama kali mencapai pencerahan selama hidupnya di India dan menyatakan bahwa sebenarnya telah menjadi Buddha sejak masa lalu yang tak terbayangkan sebelumnya. Ajaran ini menunjukkan kebenaran bahwa jiwa Buddha ada sebagai sebuah realitas sekarang dan abadi dalam kehidupan semua orang.

Sekitar 1500 tahun setelah wafatnya Shakyamuni, Nichiren (1222- 1282), seorang biksu Buddhis di Jepang, merealisasikan bentuk yang mudah dipahami, realitas tertinggi yang diuraikan secara rinci dalam Sutra Bunga Teratai. Ia menjelaskan hal ini sebagai “Nam-myoho-renge-kyo”- suatu hukum dasar yang menjadi intisari seluruh kehidupan dan fenomena.

Ajarannya membuka jalan bagi semua orang untuk mewujudkan sifat Buddha dalam diri mereka. Ini adalah sepenuhnya merupakan intisari dari Sutra Bunga Teratai- sebuah intisari yang memiliki sinonim terhadap keinginan welas asih ajaran Buddhisme sebagaimana yang diungkapkan oleh perkataan Sakyamuni yang dituang di bab ke-16 yang dikutip sehari-hari oleh anggota SGI:

Setiap saat saya berpikir : "Bagaimana saya bisa menyebabkan mahluk hidup untuk masuk ke jalan yang tak tertandingi dan memperoleh tubuh Buddha dengan cepat?"