Konsep #1: Nam-myoho-renge-kyo
Kekuatan Pokok Alam Semesta
Apakah jalan menuju kebahagiaan sejati yang abadi? Buddhisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati dikembangkan dengan memunculkan kebaikan inheren atau Kebuddhaan kita, tidak hanya untuk kesejahteraan sendiri tetapi juga untuk kebaikan umat manusia.
Buddhisme Nichiren mengajarkan cara untuk memunculkan Kebuddhaan bawaan dan mewujudkan potensi tak terbatas yang ada dalam diri kita. Apa pun latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, ras, pendidikan atau pengalaman kita, kita dapat mengatasi semua penderitaan dan menjalani kehidupan yang paling bermakna, bahagia dan harmonis. Kunci untuk semua ini dimulai dengan melantunkan Nam-myoho-renge-kyo.
Ikeda Sensei menjelaskan sebagai berikut.
Kesehatan, keberanian, kearifan, kebahagiaan, keinginan untuk berkembang, kedisplinan diri, dan sebagainya, semua itu dapat dikatakan tergantung pada daya hidup kita. Melantunkan Nam-myoho-renge-kyo memungkinkan kita untuk memunculkan daya hidup yang tak terbatas. Oleh karena itu, orang yang mendasarkan diri pada pelantunan Nam-myoho-renge-kyo tidak pernah buntu. Yang penting adalah terus melantunkan Nam-myoho-renge-kyo setiap hari, tidak peduli apa pun yang terjadi. Nam-myoho-renge-kyo adalah kekuatan pokok alam semesta.
(Kearifan untuk Menciptakan Kebahagiaan dan Perdamaian, bagian 1, 51)
Mari kita tinjau beberapa poin penting tentang Nam-myoho-renge-kyo, esensi dari ajaran Nichiren Daishonin dan prinsip dasar untuk membuka dunia Buddha jiwa kita dalam kehidupan sekarang.
Tersadarkan pada Hukum Pokok Alam Semesta

Sakyamuni, pendiri Buddhisme, menyadari bahwa semua manusia menanggung empat penderitaan yang universal, yaitu kelahiran, penuaan, penyakit, dan kematian. Sakyamuni mencari cara untuk mengatasi penderitaan ini dan, dalam prosesnya, tersadarkan pada kebenaran bahwa di dalam jiwanya terdapat prinsip atau hukum pokok abadi yang meliputi alam semesta dan semua kehidupan. Sakyamuni kemudian disebut sebagai Buddha atau “orang yang tersadarkan.” Sakyamuni membabarkan banyak ajaran yang disusun sebagai berbagai kitab suci agama Buddha untuk membimbing banyak orang menuju pencerahan yang sama.
Kemudian, pada abad ke-13 di Jepang, Nichiren Daishonin mengkaji banyak kitab suci Buddhis dan menemukan esensi ajaran Sang Buddha dalam Sutra Bunga Teratai. Daishonin mengindentifikasi hukum pokok alam semesta yang disadari Sakyamuni sebagai Nam-myoho-renge-kyo dan mengajarkan bahwa Hukum ini adalah sarana utama untuk mencapai kesadaran Buddha dan membuka jalan menuju kebahagiaan abadi.
Daishonin menulis sebagai berikut.
Jika Anda ingin membebaskan diri dari penderitaan lahir dan mati yang telah Anda tanggung sejak masa lampau yang tak berawal dan secara pasti memperoleh pencerahan yang tak tertandingi dalam kehidupan sekarang, Anda haruslah menyadari kebenaran gaib yang sejak semula melekat pada semua makhluk hidup. Kebenaran ini adalah Myoho-renge-kyo.[1] Oleh karena itu melantunkan Myoho-renge-kyo akan memampukan Anda untuk memahami kebenaran gaib bawaan dalam semua kehidupan.
(“Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha dalam Kehidupan Sekarang,” WND-1, 3)
Nichiren Daishonin mengajarkan pelantunan Nam-myoho-renge-kyo sebagai cara konkret untuk membebaskan diri dari penderitaan hidup. Dengan melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, kita memunculkan kearifan bawaan kita untuk memahami kebenaran kehidupan dan memahami kehidupan dari perspektif dunia Buddha yang tercerahkan. Hasilnya, kita dapat memanfaatkan apa pun yang terjadi dalam kehidupan untuk meningkatkan dan memperkuat jiwa kita.
Makna Mendalam Nam-myoho-renge-kyo.
Sebuah nama dapat menyampaikan banyak hal tentang seseorang, suatu tempat atau sebuah benda. Misalnya, Nichiren Daishonin menyatakan sebagai berikut.
Dua aksara yang membentuk nama Jepang mengandung di dalamnya semua orang dan binatang serta kekayaan di enam puluh enam provinsi negara tersebut tanpa satu pengecualian pun. …
Lima aksara Myoho-renge-kyo tidak menggambarkan teks sutra [Bunga Teratai] maupun maknanya. Lima aksara itu tiada lain adalah maksud yang terkandung di dalam seluruh sutra tersebut. Jadi, meskipun para pemula dalam pelaksanaan Buddhis mungkin tidak memahami makna pentingnya, dengan mengamalkan lima aksara ini, mereka secara alami akan selaras dengan maksud sutra tersebut.
(“Perihal Empat Tingkat Kepercayaan,” WND-1, 788)

Arti lengkap Sutra Bunga Teratai tecermin dalam namanya, yang dalam bahasa Jepang adalah Myoho-renge-kyo. Jika diterjemahkan secara langsung, Myoho-renge-kyo adalah “Sutra Bunga Teratai dari Hukum yang Menakjubkan.”
Myo berarti “gaib” atau “menakjubkan,” dan ho berarti “hukum”. Kedua aksara tersebut membentuk frasa myoho, yang sering diterjemahkan sebagai Hukum Gaib, Hukum pokok alam semesta, yang sulit untuk dipahami.
Renge berarti “bunga teratai,” yang melambangkan karakteristik Hukum Gaib yang menakjubkan.
Tumbuhan teratai tumbuh di rawa-rawa berlumpur tetapi menghasilkan bunga yang bersih dan semerbak. Begitu pula, kita melaksanakan Buddhisme di tengah tantangan kehidupan sehari-hari dan memunculkan kebaikan murni bawaan kita. Inilah pencerahan kita.
Selain itu, teratai berbunga dan berbuah secara bersamaan. Inilah yang menjadikannya kiasan yang sempurna untuk prinsip sebab dan akibat yang terjadi secara bersamaan. Ikeda Sensei berkata, “Sama seperti buah dan bunga teratai matang pada saat yang sama, akibat atau dunia Buddha berkembang dalam jiwa kita secara bersamaan dengan pelaksanaan Buddhis kita dalam menyebarkan ajaran Buddha” (Kearifan Sutra bunga Teratai, jilid 3, 227).
Kyo berarti “sutra” dan menunjukkan ajaran yang mengungkapkan sifat gaib kehidupan, yakni Sutra Bunga Teratai. Kyo juga menandakan suara kita yang menyampaikan ajaran Buddha.
Terakhir, nam berasal dari kata namas dalam bahasa Sanskerta, yang berarti “membungkuk penuh hormat” atau “memuliakan.” Artinya adalah “mengabdikan kehidupan kita” dan menunjukkan memiliki kepercayaan pada Hukum Gaib.
Nichiren Daishonin menyatakan sebagai berikut.
Sutra bunga Teratai adalah raja dari semua sutra, jalan langsung menuju pencerahan karena menjelaskan bahwa entitas jiwa kita, yang mewujudkan kebaikan ataupun kejahatan pada setiap momen, sebenarnya adalah entitas dari Hukum Gaib.
Jika Anda melantunkan Myoho-renge-kyo dengan kepercayaan mendalam pada prinsip ini, Anda pasti akan mencapai kesadaran Buddha dalam kehidupan sekarang.
("Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha dalam Kehidupan Sekarang", WND-1, 4)
Nichiren Daishonin tersadarkan pada kebenaran bahwa jiwanya adalah Hukum Gaib itu sendiri, begitu pula jiwa semua orang. Beliau mengungkapkan kebenaran ini dalam ajaran dan praktik melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, pelaksanaan sederhana yang bisa dilakukan siapa saja.
Dengan melantunkan Nam-myoho-renge-kyo dan membagikannya dengan orang lain, kita meneruskan warisannya, yaitu membangun jalan agar semua orang dapat mengubah kehidupannya dan dunia, serta menciptakan masa depan yang cerah bagi umat manusia. Inilah jalan menuju kebahagiaan sejati dan abadi bagi semua orang.
Catatan kaki:
Myoho-renge-kyo ditulis dengan lima aksara Mandarin, sedangkan Nam-myoho-renge-kyo ditulis dengan tujuh aksara (nam terdiri dari dua aksara). Nichiren Daishonin sering menggunakan Myoho-renge-kyo dalam arti yang sama dengan Nam-myoho-renge-kyo dalam tulisan-tulisannya.