Menu
Komunitas

Komunitas

Mengubah Karma Menjadi Misi Meraih Impian

Ketulusan Sahabat Yang Meyakinkan Saya
Mengalami perceraian orangtua di masa Sekolah Menengah Pertama dan juga kehilangan sosok ayah membuat saya berubah menjadi pemuda yang kasar, selalu cemberut, suka mencari perhatian dan suka berburuk sangka kepada orang lain. Saya benar-benar tidak bahagia pada saat itu. Saya terlahir di keluarga yang sangat berkecukupan di Jambi. Namun di sekolah hampir tidak ada satu pun yang mau berteman dengan saya karena sifat saya yang pemarah dan kasar. 

Hanya ada seorang teman bernama Jasper yang mau berteman dengan saya dan dia seringkali memberikan dorongan semangat agar tidak menyerah terhadap situasi keluarga saya pada saat itu. Jasper selalu mengajak saya untuk datang ke pertemuan Soka Gakkai di Jambi, bahkan menjemput saya. Saya bisa merasakan ketulusannya yang ingin saya bahagia. Berkat kegigihannya, saya pun memutuskan hadir ke pertemuan untuk pertama kalinya. Saya sangat terkesan dan tersentuh oleh anggota-anggota Soka Gakkai yang selalu menyapa dan berusaha mendekatkan diri ke saya. Seketika saya langsung berpikir saya ingin mencari teman sejati di susunan ini, dan pelan-pelan saya pun mulai aktif di kegiatan Soka Gakkai. 

Bukti Nyata Di Awal Melaksanakan Buddhisme Nichiren

Setelah aktif di kegiatan Soka Gakkai, saya mulai berubah menjadi sosok yang lebih suka tertawa, ceria dan terbuka dengan pendapat orang lain. Karena bisa bermain gitar, saya diajak untuk membentuk Soka Band dan merekrut teman-teman yang dulu pernah bermain band bersama saya. Saat kelas 3 SMA, menjelang saya harus masuk kuliah, Mama mengatakan bahwa usaha beliau jatuh bangkrut dan memiliki banyak hutang di bank. Kehidupan saya yang suka berfoya-foya dan selalu bepergian dengan mobil akhirnya berubah drastis. Mama harus menjual satu per satu asetnya sebagai jaminan untuk hutang di Bank. Saya stres berat, apalagi saya ingin sekali bisa kuliah di Jakarta dan harus segera daftar masuk ke universitas. Keluarga besar Mama tidak berniat membantu, karena khawatir uang bantuan mereka untuk kuliah digunakan saya untuk berfoya-foya. Kekhawatiran ini muncul akibat kebiasaan hidup saya yang sudah enak dari kecil. 

Saya meminta bimbingan seorang senior Soka Gakkai di Jambi, Junaidi. Dorongan semangatnya membuat saya sangat terharu dan terisak. Dia mengatakan

“ David, jika kamu harus berjalan 100 langkah untuk melewati masalah ini, maka asal kamu memberanikan diri maju satu langkah saja untuk berjuang mengatasi masalah tersebut, saya akan menemanimu berjalan 99 langkah berikutnya. Saya mengerti tidak mudah untuk memiliki keberanian maju satu langkah saja. Oleh karena itu kamu harus menyebut daimoku. Kamu tidak perlu khawatir karena saya pasti akan berjuang bersamamu”.

 

Sejak itu, saya selalu menyebut daimoku 1 jam setiap harinya di kaikan bersama senior itu. Saya bertekad jika bisa kuliah di Jakarta, saya pasti akan kosenrufu di Jakarta. Meskipun saya mengetahui kondisi Mama saya sangat susah, terkadang hanya ada uang Rp 20.000,- di dompet Mama saya, saya bertekad dalam hati untuk bagaimana pun saya harus bisa kuliah di Jakarta. Saya mulai memikirkan cara untuk membantu Mama kebutuhan sehari-hari. Tiba-tiba salah satu perusahaan rekaman di Jambi  ingin merekam lagu ciptaan band kami untuk dijadikan nada dering ponsel salah satu provider telekomunikasi terkenal di Indonesia. Saya pun mendapat penghasilan yang bisa meringankan kebutuhan hidup sehari-hari Saya dan Mama lewat musik. 

Keinginan untuk kuliah di Jakarta membuat saya terus menyebut daimoku dan memberanikan diri untuk mendaftar jalur beasiswa jurusan teknik sipil di salah satu universitas di Jakarta. Dan saya berhasil mendapatkan beasiswa dengan hanya perlu membayar setengah biaya kuliah. Saya sangat senang mendapat kabar tersebut namun juga cemas karena dana untuk kuliah masih belum terkumpul. Saya terus menyebut daimoku setiap harinya di hadapan Gohonzon dan membaca buku Discussion on Youth dari IkedaSensei. Ada satu bimbingan beliau yang tertanam dalam hati saya:

“Mereka yang pemberani memiliki kekuatan untuk tabah menghadapi pasang surut kehidupan dengan tenang dan bergerak maju menuju puncak sasaran dan impian mereka dengan mantap. Keberanian adalah aset yang sangat hebat. Mereka yang tidak mempunyai keberanian tidak sanggup mengabdikan diri untuk kebahagiaan orang lain dan juga tidak mampu memperbaiki diri atau mencapai sesuatu yang penting atau bertahan seakan-akan mesin mereka sudah rusak.”

Saya terus bertekad untuk bisa menang dalam menghadapi situasi apapun dalam kehidupan saya, Tiga hari sebelum tenggat pelunasan uang kuliah, Mama mendapat pesanan 6 drum aspal dari seorang pelanggannya, dan hasil dari penjualan tersebut akhirnya bisa digunakan untuk melunasi biaya masuk kuliah. Bukti nyata hati kepercayaan ini membuat saya begitu gembira dan bisa merasakan betapa hebatnya Buddhisme Nichiren Daishonin. Saya pun memantapkan hati untuk terus berjuang demi kosenrufu di mana pun saya berada.

Menantang Diri Menunjukkan Bukti Nyata 

Tantangan terus hadir dalam kehidupan saya. Dengan keuangan yang pas-pas-an, hidup saya di Jakarta sangat sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun berkat hati kepercayaan yang luar biasa ini, tante saya diam-diam memperhatikan perubahan saya dan mengatakan, “David sudah banyak berubah ya”. Pada suatu hari, kakek saya di Jambi yang dulunya menentang saya untuk kuliah di Jakarta menelepon saya, “Kalau perlu apa-apa jangan segan-segan memberi tahu kakek”. Saya pun tercengang. Beliau telah menjadi kekuatan pelindung tatkala Mama tidak sanggup membayar uang kuliah semester dua dengan membiayai kuliah saya saat itu.

Saat saya pulang ke Jambi di kala liburan, bertemu Papa. Saya menceritakan tentang Soka Gakkai dan mengajaknya juga untuk datang ke pertemuan Soka Gakkai. Saat itu Papa sedang mengalami kebangkrutan bisnis. Satu per satu kendaraan terpaksa dijual. Saya terdorong untuk mengenalkan Buddhisme Daishonin kepada orangtua saya agar mereka bisa mengatasi permasalahan dalam hidup dengan hati kepercayaan ini. Akhirnya, Papa setuju untuk menghadiri pertemuan dan ternyata salah satu sepupu Papa adalah anggota Soka Gakkai. Papa akhirnya menerima Gohonzon pada 2016, setahun setelah saya menerima Gohonzon 2015. Sampai sekarang beliau masih aktif di kegiatan Soka Gakkai. Ini merupakan satu kemenangan dalam hidup saya.

Dengan tekad harus bisa memberikan bukti nyata dan menunjukkan revolusi manusia dalam kehidupan demi men-shakubuku teman-teman saya yang sedang menderita, saya pun berhasil mengajak dua sahabat untuk menjadi anggota Soka Gakkai. Kami seringkali mengajak teman-teman baru untuk datang ke pertemuan Soka Gakkai di Jakarta.

Saya juga mencari pekerjaan sampingan untuk membiayai kehidupan di Jakarta. Saya berdoa secara mendetail untuk nilai gaji dan lokasi pekerjaan yang saya ingin. Tiba-tiba saya mendapat tawaran untuk mengajar les di salah satu tempat kursus di Jakarta. Meski awalnya takut dan cemas, lagi-lagi bimbingan senior memberi saya keberanian, “David, kamu pasti bisa! Meski awalnya tidak berhasil, namun secara perlahan saya belajar menjadi pengajar yang baik hari demi hari dan menciptakan suasana belajar yang tidak membebani murid, apalagi mata pelajaran yang saya ajarkan adalah Matematika dan Fisika. Saya memahami betapa lelahnya mereka harus sekolah dari pagi hingga pukul 3 sore, lalu langsung les dengan saya. Karena itu saya mulai mendekatkan diri kepada mereka untuk mengurangi stres dan membuat suasana belajar yang menyenangkan bagi mereka. Mereka pun mulai membuka hati kepada saya mengenai masalah di sekolah maupun kehidupan. 

Saya selalu membawa buku Discussion on Youth sebagai pegangan untuk berbagi bimbingan Ikeda Sensei kepada mereka. Tantangan pun datang ketika pemilik bimbingan belajar meminta saya untuk mengajar di pusat. Hal ini berarti jarak tempuh sehari-hari akan semakin jauh dan jadwal saya akan semakin padat. Saya merasa terbebani. Setiap hari saya harus bangun pukul 5 pagi, lalu menjalani kuliah hingga sore, dan pergi mengajar les pada malam hari. Setiap hari saya hanya tidur selama tiga jam dan daimoku pun hanya bisa di malam hari. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti. Namun saya tidak menduga para murid mogok belajar karena saya tidak ada. Pemilik bimbingan belajar akhirnya memberi saya kebebasan untuk memilih waktu mengajar, yang penting saya tidak berhenti dan terus mengajar. Ini sungguh karunia yang luar biasa. 

Saya menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli buku Discussion on Youth dan menghadiahkannya kepada teman-teman lainnya. Dengan membaca buku ini, saya semakin dekat dengan Ikeda Sensei, dan hidup saya pun berubah karenanya.
Seperti yang dikatakan Nichiren Daishonin : 

“Meski saya dan murid-murid bertemu berbagai kesulitan, jika kami tidak menyimpan keraguan dalam hati, maka kami pasti akan memperoleh Kebuddhaan. Janganlah ragu hanya karena langit tidak memberikan perlindungan. Janganlah patah semangat karena tidak menikmati kehidupan yang mudah dan mapan. Inilah apa yang telah saya ajarkan ke murid-murid saya pagi dan malam, namun tetap saja mereka mulai menyimpan keraguan dan meninggalkan hati kepercayaan mereka. Orang-orang bodoh kemungkinan besar akan melupakan janji-janji mereka ketika momen-momen yang menentukan tiba” (“Surat Membuka Mata”, WND-1, hlm. 283) 


Saya bertekad untuk bisa melakukan banyak dialog dengan teman-teman mahasiswa dan menjadi sosok di belakang layar yang bisa memberikan dorongan semangat kepada orang lain dan berjuang bersama mereka melalui hati kepercayaan ini.