Menu
Komunitas

Komunitas

Mengubah Karma Menjadi Misi Meraih Impian

Saat saya berusia empat tahun, Papa saya diperkenalkan kepada Gohonzon oleh bos tempat beliau bekerja. Beliau menerima Gohonzon pada tahun 1976. Sejak saat itu saya mulai ikut melantunkan Namyohorengekyo. 

Saya aktif kembali di susunan Soka Gakkai sejak tahun 2000 ketika kondisi saya benar-benar sedang terpuruk. Saat itu saya masih pemudi dan salah seorang teman mengajak saya untuk hadir di pertemuan pemudi. Tahun 2004 saya menikah dengan seorang anggota Soka Gakkai warga negara Jepang dan Tahun 2005 kami dikaruniai seorang putra yang bernama Hiroyuki. Sejak lahir, anak kami sering sakit. Namun justru lewat kesulitan itu saya merasa bahwa putra kami ini selalu mengajarkan dan mengarahkan kami kepada pelaksanaan Buddhisme Nichiren yang lebih giat untuk berjuang dan melantunkan Namyohorengekyo.

Pada tahun 2015, anak kami baru naik ke kelas 4 SD dan saat libur kenaikan kelas itu, kami berkesempatan mengunjungi SMU Soka Kansai. Kami, khususnya Hiroyuki, sangat terkesan dengan sambutan dari murid-murid Soka Kansai. Grup paduan suara menyambut kami dengan menyanyikan dua lagu dan salah satunya adalah lagu “Oh Ibu”. 

Murid-murid Soka Kansai juga sangat ramah dan dengan ceria memberikan semangat kepada Hiroyuki untuk bertekad sekolah di sana. Karena sangat terkesan dengan kebaikan dan semangat mereka, Hiroyuki akhirnya bertekad untuk sekolah di Soka Kansai.

Perjuangan kami dimulai sejak kembali dari Soka Kansai dan bertekad untuk menyekolahkan Hiroyuki di sana. Tahun 2015 keluarga kami mengalami kesulitan ekonomi. Sampai pada tahun 2016, kami dihadapkan pada sebuah pilihan apakah kami akan tetap berjuang di Indonesia atau kami harus memulai kehidupan yang baru di Jepang. 

Dari bimbingan salah seorang senior, kami menyadari bahwa kami harus menentukan tempat perjuangan kami. Hanya dengan melantunkan Namyohorengekyo dan berjuang saja tanpa membuat sebuah tekad yang jelas, doa kita tidak bisa menemukan tujuan yang jelas.

Akhirnya saya dan suami bertekad untuk berjuang di Indonesia. Apa pun kesulitannya, kami akan berjuang sungguh-sungguh di Indonesia, demi kosen-rufu Indonesia. 

Dengan tekad tersebut, kami mulai bisa menghadapi tantangan dengan penuh keberanian. Bukan berarti masalah kami selesai setelah membuat tekad tersebut. Justru tantangan semakin besar.

Pada pertengahan tahun 2016, rumah Papa saya mengalami kebakaran. Seluruh isi rumah habis terbakar. Hanya baju yang melekat di badan dan Gohonzon yang bisa diselamatkan. Saat itu saya bertekad mewujudkan apapun keinginan Papa saya. Beliau ingin rumahnya dibangun kembali karena ingin tetap tinggal di rumah itu. Dengan doa yang tulus kepada Gohonzon dan tekad yang kuat, akhirnya saya bisa mewujudkan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dalam waktu dua bulan saya bisa membangun kembali rumah itu walaupun sederhana. Yang penting bisa membuat Papa saya begitu gembira. 

Pada tahun 2018, Putra kami lulus SD dan memasuki level SMP. Hiroyuki pun belajar dengan lebih sungguh-sungguh lagi. Namun di luar jam sekolah hanya mengandalkan belajar sendiri saja belum bisa mengejar nilai untuk bisa lolos ke SMU Soka Kansai. Dengan doa yang penuh kesungguhan hati, kami berjuang dengan keyakinan bahwa tidak ada yang sia-sia dalam Buddhisme. Jangan pernah mengeluh karena doa kita belum terkabulkan karena keluh kesah itu hanya akan melemahkan hati kita dan akhirnya akan membuat goyah keyakinan kita kepada Gohonzon. 

Penting untuk memiliki keyakinan yang kuat dan terus maju. Akhirnya karunia dari perjuangan kami telah membuka jalan bagi Hiroyuki untuk mendapatkan kesempatan belajar tambahan di tempat kursus yang bagus. Selalu ada jalan bagi orang-orang yang mau berusaha dan percaya akan kekuatan Gohonzon. Selalu ada cara untuk menuju tujuan yang sudah kita buat. Yang paling penting adalah tetap fokus pada tujuan besar kita dan berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Gohonzon.

Tahun 2019 adalah perjuangan pameran Sutra Bunga Teratai, sebuah acara yang sangat besar. Saya mendapat tugas untuk mengatur lalu lintas pengunjung yang setiap hari dari berbagai sekolah hadir ke pameran. Setiap hari ada ratusan murid-murid sekolah yang hadir. Perjuangan dari sekolah ke sekolah lainnya untuk menjelaskan Soka Gakkai dan pameran Sutra Bunga Teratai membuat saya semakin tumbuh dan berhasil mengajak 1 sekolah Kristen dari SD sampai SMU total 400 anak hadir di pameran ini.

Selama satu bulan, baik di Universitas Indonesia maupun di Pusat Kebudayaan Soka Gakkai Indonesia, saya terus berjuang dalam pameran Sutra Bunga Teratai. Saat pameran masih berlangsung, saya harus kehilangan Papa tercinta akibat serangan stroke kedua. Papa adalah orang yang membuat saya bertemu Gohonzon, karena beliaulah saya banyak mengumpulkan karunia rezeki. 

Saat terkena serangan stroke pertama, kami membutuhkan perawat untuk menjaga beliau yang tidak bisa jalan. Saya harus menyisihkan gaji saya untuk membayar suster dan juga berbagai macam kebutuhan beliau. Namun melalui perjuangan untuk beliau, saya bisa belajar membuka suasana jiwa seluas-luasnya. Tadinya saya selalu mengeluh dengan keadaan, marah terhadap kakak-kakak saya yang tidak banyak membantu. Namun akhirnya saya menyadari kekuatan besar Hukum Nam-myoho-renge-kyo pasti membuka karunia yang besar.

Saya bisa menerima keadaan yang sangat sulit menjadi sebuah kegembiraan dan malah bisa menciptakan hubungan keluarga yang harmonis dengan kakak-kakak saya. Buddhisme Nichiren Daishonin mengajarkan saya melaksanakan revolusi manusia. Ketika kita membuka suasana jiwa dunia Buddha dalam diri kita dan menerima segala kesulitan ini sebagai kesempatan untuk mengubah nasib kita, di situlah saya merasakan hati yang begitu tenang, tidak ada lagi beban perasaan di hati, dan merasa gembira menjalani kehidupan ini. 

Tahun 2020 bertepatan dengan kenaikan kelas Hiroyuki ke kelas 3 SMP (Sekolah Jepang di Jakarta kenaikan kelas juga mengikuti kurikulum di Jepang yaitu bulan Maret). Sekolah Hiroyuki libur kenaikan kelas selama satu bulan bersamaan dengan dimulainya pandemi Covid-19 yang membuat siswa harus belajar secara daring dari rumah.

Hati saya mulai dipenuhi dengan pemikiran yang kurang bagus. “Bagaimana bisa belajar serius kalau sekolah dari rumah maupun kursus pelajaran secara online? Apakah bisa masuk SMU Soka Kansai? Bagaimana kalau pandemi belum selesai tapi kami harus membiarkan Hiroyuki hidup terpisah jauh dari kami?” Ada banyak pikiran negatif yang muncul. 

Namun justru karena ada pandemi inilah saya bisa berjuang lebih giat lagi. Karena ada pandemi, kapan pun mau berbagi bimbingan Ikeda Sensei kepada anggota bagian ibu di luar daerah justru semakin mudah. Banyak pertemuan cabang yang bisa kita hadiri tanpa harus berpacu dengan waktu dan macetnya jalanan Jakarta. Kita justru bisa berjuang lebih giat lagi dan membuka karunia besar untuk kehidupan kita sendiri.

Kesempatan ini juga telah membuka perjuangan baru di divisi ibu, yang membentuk grup belajar divisi ibu. Grup ini memberi kami kesempatan untuk belajar Buddhisme Nichiren Daishonin secara lebih dalam lagi. Ini juga kesempatan untuk pertumbuhan diri sendiri karena anggota grup ini juga harus menyampaikan pelajaran Buddhisme yang mereka dapatkan kepada ibu lainnya. Semakin banyak belajar, saya semakin mengerti makna kesulitan-kesulitan hidup yang saya alami. Saya juga semakin mengerti bahwa saya harus melaksanakan revolusi manusia diri sendiri dan pada akhirnya membuka pintu karunia rezeki besar untuk kehidupan sendiri. 

Kembali kepada perjuangan menuju SMU Soka Kansai, akhirnya waktu untuk mengikuti ujian masuk SMU Soka Kansai tiba, yaitu pada awal Februari 2021. Suami saya mendampingi Hiroyuki berangkat ke Jepang. Biaya yang dikeluarkan cukup besar. Selain karena tidak ada tiket promosi, mereka juga harus dikarantina di hotel di Jepang selama 14 hari atas biaya sendiri. Belum lagi ketika kembali ke Indonesia mereka harus karantina mandiri di hotel selama 5 hari juga dengan biaya sendiri. Semua ini sungguh tidak mudah. 

Hiroyuki akhirnya diterima di SMU Soka Kansai dan dari sekitar 340 murid yang diterima, Hiroyuki terpilih sebagai 10 siswa yang menerima beasiswa. Sungguh karunia yang besar bagi keluarga kami. Doa dan perjuangan selama enam tahun telah membuat kami mengerti makna kesulitan yang kami alami selama ini.

Perjuangan berikutnya adalah mengantar Hiroyuki untuk mengikuti upacara penerimaan siswa baru SMU Soka Kansai. Tantangan pertama saya adalah, sebagai orang Indonesia, perlu visa untuk masuk ke Jepang. Namun dalam situasi pandemi Covid-19, alasan menghadiri upacara masuk sekolah tidak bisa diterima kedutaan untuk mengajukan visa. 

Saat mendengar hal itu dari suami, saya berkata kepada diri sendiri untuk menerima keadaan itu. Namun saya tetap berdoa di depan Gohonzon. Saat berdaimoku, muncul kearifan bahwa saya tidak boleh menyerah dulu. Saya bertekad untuk tetap mengajukan visa dan mengambil resiko harus mengorbankan biaya tiket. Saya akan tanggung semua itu tanpa harus membebani suami.

Saat mengurus visa, suami saya dengan tulus meminta bantuan pihak kedutaan dan menceritakan bahwa kami sudah berdoa selama enam tahun untuk bisa sama-sama mengantar Hiroyuki masuk SMU Soka Kansai. Berkat kekuatan perlindungan Gohonzon, pihak kedutaan akhirnya mau menerima berkas saya untuk diajukan ke Departemen Luar Negeri di Jepang. Mereka bahkan mengatakan tidak perlu memesan tiket ataupun hotel dulu, karena kemungkinannya kecil sekali bisa mendapatkan visanya. 

Biasanya, pengurusan visa hanya lima hari. Namun setelah lewat lima hari pun saya belum mendapatkan kabar. Saya terus melantunkan Nam-myoho-renge-kyo supaya visa saya bisa keluar. Beberapa hari sebelum kami harus berangkat pun belum ada kabar. Akhirnya saya menyadari bahwa doa saya salah. Saya harus kembali pada tujuan awal kami, yaitu bersama-sama mengikuti upacara penerimaan siswa baru sekolah. Saya kembali ke doa awal ini dan menargetkan tanggal 16 Maret sebagai jawaban dari doa kami. 

Tanggal 16 Maret saya hubungi pusat pengurusan visa Jepang tetapi tetap belum ada hasil. Meski begitu, saya tetap yakin bahwa doa yang sudah kami laksanakan selama enam tahun pasti bisa terwujud dan selalu ada drama di saat-saat yang menentukan untuk menguji kekuatan kepercayaan kita. Akhirnya pada 17 Maret pagi, kami mendapat kabar bahwa visanya sudah keluar dan tercetak bertanggal 16 Maret 2021 di paspor. 

Inilah kekuatan dari Gohonzon. Jika kita sungguh-sungguh melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, mutlak tidak ada doa yang tidak terkabulkan. Saat tiba di Jepang, ketika seluruh penumpang yang satu pesawat dengan kami telah menyelesaikan proses imigrasi, hanya keluarga kami yang harus menunggu selama 30 menit dan menyerahkan dokumen-dokumen terkait yang menjelaskan kedatangan saya ke Jepang. Sambil menunggu, saya terus melantunkan Nam-myoho-renge-kyo di hati. Apa pun bisa terjadi di saat itu, masih ada kemungkinan saya akan ditolak masuk Jepang dan harus kembali ke Indonesia sendiri. Namun tidak ada yang sia-sia dengan doa dan perjuangan kita untuk kosen-rufu. Saya akhirnya diijinkan masuk Jepang. Ini kekuatan Hukum Nam-myoho-renge-kyo, bukti nyata perjuangan kita sebagai pelaksana Sutra Bunga Teratai.

Tujuan kami ingin Hiroyuki masuk SMU Soka Kansai adalah karena ingin dia sungguh-sungguh belajar cara perjuangan Ikeda Sensei. Saya selalu mendoakan dia agar bertemu mitra baik yang membawanya berjuang kosen-rufu demi mewujudkan perdamaian dunia. Bukan hanya menjalani gongyo dan daimoku setiap hari untuk meraih kehidupan yang sukses, tetapi harapan saya adalah dia menjadi seorang pelaksana kosen-rufu yang sungguh-sungguh berjuang untuk kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, yang selalu memberikan semangat dan harapan untuk orang-orang di sekelilingnya.

Tekad hati saya ini mulai terwujud. Sebelum sekolah dimulai, setiap murid harus membaca buku Discussion on Youth sampai selesai. Murid-murid di asrama juga diwajibkan untuk berlangganan Koran Seikyo. Yang lebih menggembirakan lagi, di asrama SMU Soka Kansai, ada sebuah aula tempat Gohonzon disemayamkan sehingga murid-murid asrama yang merupakan anggota Soka Gakkai dapat bersama-sama melakukan gongyo dan daimoku pagi dan malam. 

Sekaranglah waktunya bagi kami untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan terdalam dari hati. Saya bertekad akan terus berjuang bersama Ikeda Sensei di Indonesia sebagai Bodhisatwa Dari Bumi untuk mewujudkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain. Saya akan melaksanakan dialog yang penuh harapan dan membina orang-orang berkemampuan sebagai penerus kosen-rufu.