Menu
Filosofi

Konsep-Konsep Buddhisme

Sembilan Kesadaran - Mengubah Karma Kita yang Paling Dalam

Konsep #3: Sembilan Kesadaran

Mengubah Karma Kita yang Paling Dalam

 

Apakah yang membedakan Buddhisme Nichiren dengan agama dan filosofi lainnya? Perbedaannya dapat dikatakan ada dalam pandangannya bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, memiliki sifat Buddha, atau potensi untuk menjadi manusia yang sepenuhnya tercerahkan.

 

Penyebab maupun solusi atas masalah apa pun ada di dalam diri kita. Hal yang membuat kita menderita adalah karma yang negatif, atau akibat dari sebab negatif yang kita lakukan pada kehidupan-kehidupan lampau hingga sekarang. Karma dapat diumpamakan sebagai arus deras sungai yang sulit dilawan, bahkan ketika solusi atas masalah kita terlihat jelas di depan mata.

 

Melantunkan Nam-myoho-renge-kyo adalah cara terhebat untuk memunculkan kekuatan sifat Buddha yang mampu melampaui dan mengubah karma negatif kita.

Sifat Buddha digambarkan dengan banyak cara berbeda di dalam berbagai kitab suci dan ajaran agama Buddha. Salah satunya menyebutnya sebagai kesadaran kesembilan, atau kesadaran yang paling dalam.

 

Ikeda Sensei menjelaskannya sebagai berikut, "Kesadaran kesembilan itu sendiri adalah realitas hakiki segala sesuatu dan sama dengan sifat Buddha yang universal. Buddhisme mengajarkan bahwa kita dapat mengubah karma yang paling dalam dengan menarik keluar kemampuan terdalam jiwa kita ini" (Unlocking the Mysteries of Birth and Death, 162). Mari kita mempelajari secara singkat sembilan tingkat kesadaran dalam jiwa kita.

 

Berbagai Hal yang Memengaruhi Perubahan Karma

 

Prinsip tentang sembilan kesadaran mengajarkan bahwa kita dapat mengubah semua karma apa pun. Sembilan kesadaran ini terdiri dari sembilan tingkatan.

 

Lima kesadaran pertama berhubungan langsung dengan panca indera kita: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Pada tingkatan selanjutnya, yaitu kesadaran keenam, terdapat kesadaran pikiran, yang menyatukan informasi dari panca indera dan memprosesnya menjadi apa yang kita sadari tentang lingkungan sekitar kita.

 

Keenam kesadaran ini melambangkan kesadaran terhadap dunia di luar diri kita, suatu kesadaran yang dipengaruhi dan ada kalanya terdistorsi oleh apa yang terjadi pada tingkatan kesadaran lain yang lebih dalam.

 

Tiga tingkat selanjutnya berhubungan dengan alam kesadaran yang lebih dalam. Tingkatan ketujuh disebut kesadaran-mano, yang konon merupakan sumber kesadaran diri atau ego, dan di situlah alam bawah sadar kita bekerja, termasuk dorongan untuk melindungi diri.

 

Tingkatan kedelapan disebut kesadaran-alaya. Kata alaya dari bahasa Sansekerta berarti "tempat penyimpanan" atau "gudang", sehingga kesadaran kedelapan ini juga disebut gudang karma. Di sinilah akibat terpendam dari semua pikiran, ucapan, dan perbuatan kita dari kehidupan-kehidupan lampau hingga sekarang tersimpan.

 

Misalnya, jika tidak percaya pada siapa pun akibat pengalaman buruk sebelumnya, kita mungkin akan berusaha melindungi diri agar tidak terluka lagi (kesadaran-mano). Hal ini mungkin menyebabkan kita merasa orang lain tidak bisa dipercaya atau bimbang untuk mengutarakan pikiran kita apa adanya (enam kesadaran pertama). Pikiran, ucapan, dan tindakan kita yang timbul dari kesadaran demikian akan terukir dalam jiwa kita (kesadaran-alaya). Hal ini pada gilirannya bisa memengaruhi kesadaran, tindakan, dan masa depan kita, yang mengarahkan kita ke dalam lingkaran setan penderitaan.

 

Dalam hal inilah kesadaran kesembilan, yang disebut kesadaran-amala, memainkan perannya. Kata amala dari bahasa Sansekerta berarti "suci" dan menunjukkan bahwa kesadaran ini tidak tercemar oleh endapan karma.

 

Melantunkan Nam-myoho-renge-kyo dapat diibaratkan dengan mengebor endapan dan delusi yang ada dalam kesadaran tingkatan lainnya dan mengeluarkan air murni kearifan dari kesadaran tingkat kesembilan, yang dapat membersihkan semua kotoran batin.

 

Nichiren Daishonin menasihati, "Anda haruslah mendasarkan pikiran Anda pada kesadaran kesembilan, dan mempraktikkan ajaran Buddha dengan enam kesadaran" ("Neraka adalah Tanah Sinar Sentosa", The Writings of Nichiren Daishonin, Jilid 1, 458). Mengenai nasihat ini, Ikeda Sensei mengatakan sebagai berikut.

 

Dengan membangun kepercayaan terhadap realitas hakiki dan mempraktikkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengeluarkan kearifan, kekuatan, dan welas asih yang tak terbatas. Kita dapat mencapai reformasi batin yang mendasar serta membangun fondasi kebahagiaan sejati yang tak terhancurkan. Sebagai contoh, meski arus sungai dapat menghanyutkan kayu yang mengapung di atasnya, arus yang paling deras pun tidak dapat menggeser pulau batu. (Unlocking the Mysteries of Birth and Death, 164)

 

Mengubah Karma Umat Manusia

Meski tujuh kesadaran pertama akan lenyap pada saat kematian, [kesadaran-alaya] terus ada selagi kita mengulangi siklus kelahiran dan kematian. Mungkin itulah sebabnya kita dapat melihat pola tertentu dalam sejarah yang melampaui kuasa perorangan dan meluas hingga ke seluruh umat manusia.

 

Misalnya, meski ada kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan, ekonomi, dan banyak bidang lainnya, dorongan keserakahan telah berdampak besar pada krisis lingkungan global yang sedang kita hadapi, serta menyebabkan kesenjangan kemakmuran yang sulit diatasi. Ikeda Sensei menjelaskan sebagai berikut.

 

Energi karma kita saling memengaruhi, tidak hanya terhadap orang-orang dekat, tetapi juga seluruh umat manusia. Energi karma bahkan berdampak pada hewan dan tumbuhan. Perubahan positif terhadap energi karma yang tersimpan di dasar jiwa kita akan menjadi roda gigi yang mengubah kehidupan orang lain. (Unlocking the Mysteries of Birth and Death, p. 160)

 

Saat didasarkan pada kesadaran kesembilan, kita dapat melihat semua endapan karma kita sebagai roda gigi untuk mewujudkan sifat Buddha kita. Dengan melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, kita tidak hanya dapat seutuhnya mengendalikan kehidupan sendiri, kita juga dapat memunculkan kearifan, keberanian, dan welas asih untuk menciptakan dunia yang didasarkan pada cita-cita agama Buddha, yaitu kemuliaan, kesetaraan, dan keterhubungan semua makhluk hidup.