Menu
Komunitas

Komunitas

Kegiatan
Kisah-Kisah Sahabat Baik-- Pertemuan Filosofi Kebahagiaan part-II
Artikel

Sebuah pepatah Mongolia berbunyi 100 teman lebih berharga daripada 100 batang emas, memiliki teman baik membawa lebih banyak kebahagiaan ke dalam hidup kita daripada apapun. Memiliki sahabat baik bahkan dapat membuat nasib kita baik juga. Namun, untuk membangun atau mempertahankan persahabatan yang baik tidaklah mudah. Terlebih ketika kita menghadapi kondisi sulit, terkadang teman-teman kita justru meninggalkan kita. Di dalam ajaran Buddhisme, persahabatan sejati adalah cerminan dari welas asih dengan makna yang sangat mendalam, yaitu “Cabut Derita, Beri Bahagia”. Inilah tema dari Pertemuan Filosofi Kebahagiaan ke-2 yang dilaksanakan pada hari minggu, 6 Juni 2021 “Cabut Derita” berarti menghilangkan penyebab penderitaan yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Kita memulainya dengan berempati terhadap penderitaan orang lain seolah-olah kita sendirilah yang mengalaminya, lalu mengambil tindakan praktis untuk menghilangkan penderitaan mereka.  Cerita Pengalaman David, Junaedi, dan Hendra

 

David Surachman yang menderita broken home di keluarga sehingga mengubahnya menjadi sosok yang emosional, kasar dan haus akan perhatian sehingga dijauhi oleh teman-teman dari sekolahnya dan merasa tidak bahagia. Satu-satunya teman yang selalu mendukungnya adalah Jasper, yang mengajaknya ikut pertemuan dengannya. Berkat kehangatan anggota Soka Gakkai, David merasa dihargai. David lalu mencoba mempraktikkan ajaran Buddhisme Nichiren dan berjuang untuk melakukan revolusi manusia. Ketika David mendapatkan situasi yang sangat berat dalam hidupnya, seorang senior di Soka Gakkai bernama Junaedi memberinya dorongan semangat. 

"David, andaikata penderitaan itu 100 langkah, jika kamu memberanikan diri maju satu langkah saja, maka saya siap menemani kamu 99 langkah berikutnya”

Rasa welas asih dan ketulusan dari Junaedi akhirnya membuat David ubangkit menghadapi masalah-masalahnya dan menjadi orang yang bisa dipercaya di masyarakat. David kini memiliki banyak sahabat baik yang ia selalu inginkan.

Hendra pun mengalami kejadian serupa. Dia dulunya pecandu narkoba dan selalu merasa dirinya adalah “sampah masyarakat”. Kebanyakan orang akan menjauhinya. Suatu hari, seorang temannya yang bernama Vivi memberinya buku The Way Of Youth karya Daisaku Ikeda. Karena tersentuh oleh buku tersebut dan merasa dihargai secara tulus saat mengikuti pertemuan Soka Gakkai, Hendra mulai aktif melantunkan Nam-myoho-renge-kyo. Keyakinan pun muncul dalam hatinya bahwa dia pasti dapat mengubah hidupnya. Berkat revolusi kemanusiaannya, saat ini Hendra telah beristri yang dapat menerimanya sebagai mantan pecandu narkoba, dan menjadi sosok yang dapat dipercaya di keluarga dan tempat kerja.

Cerita Pengalaman Ibu Vivi dan Ibu Sansan

Ibu Vivi yang mengalami penderitaan yang luar biasa dalam pernikahannya, memiliki seorang suami yang pecandu narkoba, serta sering keluar-masuk penjara dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Dalam keadaan seperti itu saudara-saudara pun menjauhinya. Saat mengetahui penderitannya, Ibu San San menyarankannya untuk melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, tetapi dia tidak percaya begitu saja. 

Demi menyelamatkan anak-anaknya dari pengaruh buruk suami, Ibu Vivi pindah ke Surabaya dan memulai kehidupan dari nol. Dia tinggal di rumah tua di tengah sawah di sebuah desa yang jauh. Hidupnya serba kekurangan, bahkan terkadang tidak bisa makan. Meski kehilangan kontak dengan Ibu Vivi, Ibu San-san tidak menyerah dan terus mendoakan kebahagiaan Ibu Vivi serta mencari kontak.

Suatu hari Ibu San-san menghubungi dan memberinya dorongan semangat untuk melantunkan Nam-myoho-renge-kyo. Ibu San-san meyakinkan Ibu Vivi bahwa Buddhisme ini pasti bisa membuatnya bahagia dan mengubah nasibnya. Karena merasa tidak ada jalan keluar lagi, Ibu Vivi mulai menyebut Nam-myoho-renge-kyo dari tiga kali sehari menjadi 30 menit setiap hari. Keberanian terus mengalir dalam dirinya untuk menantang nasibnya. Sekarang Ibu VIvi pun sudah dapat memperbaiki nasibnya perlahan-lahan dari seorang buruh pelipat amplop menjadi karyawan administrasi di sebuah kantor ekspedisi.

Berbagai cerita pengalaman di atas merupakan cerminan dari makna persabahatan sejati yang Ikeda Sensei katakan ,

"Gerakan masyarakat SGI didukung oleh rasa sukacita bersama. Sukacita ini timbul dari upaya untuk mendukung setiap orang yang berbeda hingga mereka dapat terus maju sambil menghadapi tantangan hidup. Sukacita ini mengalir dari menyaksikan teman-teman yang bersinar dengan martabat saat mereka bertahan menghadapi kesulitan, dari merayakan pertumbuhan dan kemajuan orang lain seolah-olah kita sendiri yang mengalaminya. Kegiatan berbagi dan menikmati sukacita in menjadi sumber gerakan Soka Gakkai.”