Previous
“Satu adalah ibu dari sepuluh ribu” (WND-1, hlm. 131), demikian kata Nichiren Daishonin. Begitu pula kosen-rufu dunia yang kita lihat sekarang ini, dimulai dari satu langkah pertama yang Ikeda Sensei ambil 60 tahun yang lalu, tidak lama setelah dilantik sebagai presiden ketiga Soka Gakkai. Setelah mencapai kemajuan sejauh ini, menciptakan gelombang demi gelombang revolusi manusia yang menyebar ke seluruh penjuru bumi ini, ada baiknya kita kembali ke titik tolak semangat Ikeda Sensei saat mengambil langkah pertama itu. Dalam artikel ini, marilah kita memahami dan mengukirkan kebulatan tekad dan semangat Ikeda Sensei 60 tahun yang lalu dari novel Revolusi Manusia Baru jilid pertama bab “Matahari Terbit”, dan kemudian maju lagi dengan kebulatan tekad dan semangat yang sama menuju 18 November 2020 ini dan menuju 100 tahun Soka Gakkai di tahun 2030!
Tiada yang lebih bernilai daripada perdamaian. Tiada yang lebih berbahagia daripada perdamaian. Perdamaian haruslah menjadi langkah pokok pertama untuk kemajuan umat manusia.
2 Oktober 1960. Shinichi Yamamoto berumur 32 tahun. Dengan sebuah tekad kuat untuk perdamaian yang membara dalam hati, ia melakukan perjalanan ke seluruh dunia. Telah lima bulan berlalu sejak ia dilantik sebagai presiden ketiga Soka Gakkai.
Hari ini, Tokyo diberkahi dengan langit sebening kristal dan udara musim gugur yang segar. Sejak pagi, para anggota telah berkumpul di Bandara Udara Internasional Haneda, Tokyo, dan sekitar pukul 9:30, anjungan pengantar dipenuhi oleh orang-orang. Mereka datang untuk mengantar Presiden Shinichi Yamamoto yang akan melakukan kunjungan ke luar negeri untuk pertama kalinya.
Pukul 10:10, keramaian terjadi di anjungan pengantar saat mereka yang hendak berpergian, termasuk Shinichi Yamamoto, muncul di gedung terminal. Di samping Shinichi, Wakil Direktur Utama Kiyoshi Jujo, Direktur Yukio Ishikawa, Ketua Departemen Pelajaran Chuhei Yamadaira, Ketua Generasi Muda Eisuke Akizuki dan Ketua Bagian Wanita Katsu Kiyohara juga termasuk di dalam rombongan.
Sebelum menaiki pesawat, rombongan berbaris dengan rapi, membuka topi yang dipakai dan melambaikannya kepada para pengantar. Suara kegembiraan dan tepuk tangan bergema dalam langit yang cerah.
Pukul 10:40 pagi, pesawat Japan Airlines, yang dijuluki Fuji, dengan nomor penerbangan 800 lepas landas dengan deru bergemuruh, terbang langsung menuju Honolulu, Hawaii. Fuji merupakan pesawat jet penumpang berskala besar pertama yang Jepang miliki. Fuji mulai beroperasi pada tanggal 12 Agustus 1960.
Di bawah sana, Shinichi dapat melihat lautan yang perlahan-lahan mulai menjauhi desa Omori yang ia cintai, tempat ia lahir dan tumbuh. Gelombang perak berkilau dalam sinar matahari, memantulkan permukaan lautan, seakan mengucapkan selamat kepada Shinichi dan mengantar perjalanannya.
Shinichi perlahan-lahan meletakkan tangan ke dadanya. Di dalam kantong jasnya, ia membawa foto gurunya, Josei Toda. Shinichi tidak akan pernah lupa saat Toda terbaring sakit di tempat tidur kuil pusat sebelum ajal menjemput, memberitahukan Shinichi bahwa ia bermimpi pergi ke Meksiko.
Toda berkata: “Mereka sedang menunggu. Mereka semua sedang mencari Budhisme Nichiren Daishonin. Saya ingin pergi mengelilingi dunia untuk kosenrufu.
“Shinichi, dunia adalah tantanganmu; dunia merupakan panggungmu yang sebenarnya. Dunia yang sangat luas.”
Hari itu, tanpa bicara, Shinichi menggenggam erat tangan Toda yang menjulur dari balik selimut. Toda tetap memandang wajah Shinichi dan berbicara dengan sisa tenaga yang dapat dikumpulkannya.
“Shinichi, kamu harus tetap hidup! Kamu harus hidup terus dan kamu harus dapat mengelilingi dunia!”
Mata Toda bersinar dengan cemerlang.
Shinichi mengukir kata-kata itu dalam hatinya sebagai keinginan Toda untuk masa depan. Mewakili gurunya yang telah meninggal, ia sekarang sedang mengambil langkah pertama menuju kosenrufu dunia. Ketika memikirkan hal tersebut, ia merasakan gelombang emosi yang penuh hasrat di dalam hati.
Shinichi memilih hari kedua bulan Oktober sebagai tanggal keberangkatan perjalanan ke luar negerinya yang pertama, karena hari kematian Toda [2 April 1958] diperingati pada hari kedua tiap bulan. Ia sangat sadar akan tujuan di balik keinginan Toda, keinginan untuk melihatnya mengelilingi dunia.
Lima belas tahun berlalu sejak Perang Dunia II berakhir, tapi harapan umat manusia akan perdamaian tetap sia-sia. Blok Timur dan Barat tenggelam dalam perang dingin yang tak kunjung usai. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan perlombaan senjata nuklir yang dramatis di antara negara-negara pemimpin blok Timur dan blok Barat, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di Afrika, pemberontakan menentang penjajah koloni untuk memperoleh kemerdekaan terjadi di tiap daerah, sementara perselisihan rasial dan etnik terus bergejolak di berbagai tempat di belahan bumi.
Di mana-mana rakyat menderita di bawah ancaman bencana nuklir yang mematikan, hidup dalam ketakutan di antara perselisihan rakyat sipil, penderitaan karena diskriminasi, kekejaman, kemiskinan dan penyakit menular. Tapi, semuanya berharap untuk menyaksikan fajar perdamaian dan kebahagiaan.
Perkataan Toda kepada Shinichi tidak lain adalah teriakan mendesak untuk penyelamatan umat manusia dari seorang pemimpin Budhis yang dengan tajam memandang prihatin terhadap keadaan dunia.
Kebahagiaan merupakan tujuan hidup. Perdamaian adalah hasrat seluruh umat manusia. Perjalanan sejarah umat manusia haruslah diarahkan pada perdamaian dan kebahagiaan.
Adalah sifat manusia untuk mencari kaidah petunjuk yang terarah pada tujuan kebahagiaan dan perdamaian. Ilmu pengetahuan, politik, sosial dan agama, juga harus berfokus pada titik pokok ini.
Shinichi berpikir: “Nichiren Daishonin menganggap penderitaan umat manusia sebagai penderitaannya, dan dengan tegas mengibarkan panji rissho ankoku – hasrat untuk menciptakan masyarakat damai berdasarkan Budhisme yang dibabarkannya. Nichiren dengan jelas mengungkapkan kaidah petunjuk yang dapat memimpin umat manusia menuju perdamaian dan kebahagiaan.
“Nichiren Daishonin menulis, ‘Akankah ada keraguan bahwa Hukum Putih Agung dari Sutra Bunga Teratai akan tersebar jauh dan luas ke seluruh Jepang dan seluruh dunia?’ (The Major Writings of Nichiren Daishonin 3, hlm. 107). Daishonin meramalkan tersebarnya Budhisme beliau ke seluruh dunia dan mempercayakan murid-muridnya di masa depan untuk mewujudkan tujuan ini.”
Tiga puluh dua tahun setelah kelahirannya, kini Shinichi telah menjadikan pencapaian kosenrufu global sebagai misi hidup dan segera membuka pintu misi agung yang terbentang di hadapannya. Pemikiran ini membuat hatinya dipenuhi dengan kegembiraan.
Budhisme Nichiren Daishonin menyatakan bahwa seluruh umat manusia diberkati dengan sifat Budha dan setiap individu merupakan perwujudan dari ichinen sanzen. Budhisme ini juga menunjukkan jalan bagi umat manusia untuk dapat melepaskan diri dari segala keterikatan.
Budhisme Daishonin, yang mendukung persamaan martabat, persamaan hak dan kebebasan umat manusia, sungguh merupakan agama dunia yang berdedikasi untuk perwujudan perdamaian bagi seluruh umat manusia. Menerangi jalan menuju abad ke dua puluh satu, Budhisme ini memancarkan sinar kebahagiaan universal dan agung di seluruh dunia.