Menu
Komunitas

Komunitas

Mengubah Karma Menjadi Misi Meraih Impian

Sejak saya lahir, orang tua saya sudah melaksanakan kepercayaan Buddhisme Nichiren. Sejak kecil sampai remaja, saya sudah aktif mengikuti berbagai kegiatan kebudayaan di Soka Gakkai, tetapi saya tidak begitu mendalami dan melaksanakan gongyo serta daimoku. Memasuki perkuliahan, saya mulai meninggalkan susunan karena sibuk berpacaran dan bermain.

Di akhir tahun 2017, Papa saya yang tergolong masih muda mendadak meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Kami sekeluarga yang sangat bergantung padanya sebagai kepala keluarga merasa sangat kehilangan dan tidak bisa terima. Saat itu, saya pun sudah menikah muda dan istri sedang hamil. Tiba-tiba saya harus bertanggung jawab atas keluarga dan Mama, baik secara finansial maupun hal lainnya. Perlahan-lahan timbul rasa takut, tidak terima, dan sifat negatif lainnya. Saya menjadi sangat stres. 

Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke susunan Soka Gakkai. Setelah 3-4 bulan, saya mulai terbiasa dengan peran saya di keluarga, yang membuat saya sangat sibuk dan kembali melupakan susunan Soka Gakkai. 

Akhir tahun 2018 menjadi titik tolak saya kembali ke susunan Soka Gakkai. Seorang pemuda di Daerah Nagoya, yakni Sumirat atau Aheng mengajak saya untuk menjadi sokahan di acara akhir tahun. Jujur saja sebenarnya saya agak terpaksa karena merasa tidak enak dengan Aheng yang selalu tulus dan tidak pernah menyerah untuk mengajak saya. Saya juga bertemu dengan Steven yang selalu membimbing dan menjaga saya. Hari itu menjadi titik tolak saya untuk menjadi lebih sungguh-sungguh aktif kembali ke susunan. 

Setelah acara itu, Steven dengan berani meminta saya untuk menjadi pimpinan pemuda di organisasi cabang. Saya sangat terkejut karena saya belum benar-benar mempelajari Buddhisme ini secara mendalam. Akhirnya saya mau menerima tanggung jawab sebagai pimpinan cabang karena satu kata, “balas budi”. Saya merasa sudah saatnya membalas budi kepada Gohonzon dan Ikeda Sensei dengan berkontribusi untuk kosen-rufu. Karena hidup saya selalu berjalan mulus sejak kecil dengan segala kebutuhan selalu terpenuhi, saya merasa sangat bersyukur. Saya bertekad menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan berkomitmen, serta mau berjuang sepenuh hati.

Saya mulai menjadi lebih inisiatif dan proaktif mencari dan mempelajari Buddhisme ini agar saya bisa menjaga anggota dengan lebih baik, bisa berbagi Buddhisme dengan orang lain, dan bisa memahami peran sebagai pimpinan.Saya mulai giat dalam kepercayaan, pelaksanaan, dan pengkajian. Semakin saya melakukannya, semakin saya bangga dan kagum dengan Buddhisme Nichiren. Hal ini pada gilirannya membuat saya semakin percaya, semakin bersemangat untuk melaksanakan dan mempelajari ajarannya. Berangsur-angsur saya mulai melakukan revolusi manusia dan merasakan perubahan dalam diri saya. 

Tantangan pertama saya saat benar-benar aktif sebagai pimpinan adalah karir saya sekarang. Saat berdialog dengan seorang senior, dia mengatakan bahwa sebenarnya kehidupan setiap orang ibarat segelas air dengan lumpur menumpuk di bawahnya. Ketika benar-benar melaksanakan Buddhisme ini, kita seperti mengaduk air ini sehingga lumpurnya naik semua ke permukaan. Lumpur itu akan muncul sebagai masalah, tetapi masalah adalah batu loncatan. Mendengarkan hal tersebut membuat saya tersentak. Masalah tidak bersumber dari luar, tetapi ada dalam diri sendiri. Saat itulah saya bertekad harus revolusi manusia. Secara perlahan, saya melihat banyak perubahan dalam hidup saya, termasuk masalah pekerjaan. 

Di tahun 2012, saya menjalankan bisnis yang dikembangkan Papa. Hingga tahun 2017, bisnis ini terus mengalami kemajuan secara konsisten. Saat Papa masih ada, beliaulah yang berkomunikasi dengan semua rekan bisnis. Namun saat Papa meninggal, segalanya berubah. Para rekan bisnis yang lebih senior dan berpengalaman mulai menekan saya. Mereka tidak menghargai dan bersikap semena-mena terhadap saya. Saya menjalankan bisnis ini dengan kurang antusias dan kurang bahagia. Walaupun berstatus komisaris di perusahaan, saya merasa tidak berdaya, tidak bahagia dan stres, serta merasa malas dan lelah untuk bekerja. Banyak yang saya khawatirkan. Saya menyadari tidak boleh membiarkan kondisi ini berlarut-larut karena akan mengganggu psikologi saya. Walaupun terus mendapatkan pemasukan, sebenarnya perusahaan mempunyai masalah internal yang besar. 

Saya menceritakan semua kegelisahan saya kepada seorang senior sampai mengeluarkan air mata. Senior tersebut menyemangati saya untuk menetapkan target daimoku. Dia meyakinkan saya bahwa melalui perjuangan melantunkan daimoku setiap hari, kita pasti mendapat jawaban dari Gohonzon. Saya kembali bertekad dan suasana jiwa saya pun meningkat. Tidak lama kemudian saya mendapat jawaban dan menetapkan keputusan yang sangat besar. Saya dengan berani memutuskan untuk keluar dari perusahaan tersebut. Salah satu pendorongnya adalah saya diajak berbisnis oleh seorang kenalan. Setelah berdialog dengan keluarga, saya memutuskan untuk melepas bisnis yang sudah lama Papa rintis beserta semua saham di perusahaan tersebut. Semua sangat mendukung keputusan ini. 

Mereka mengatakan bahwa jika memang ini adalah jawabannya, silakan lakukan. Yang terpenting adalah harus selalu ingat titik tolak hari ini dan harus berjuang keras.

Saya pun menjadi lebih bebas. Bisnis baru saya berkembang secara perlahan. Meskipun dalam hidup ini ada banyak tantangan, saya melihatnya sebagai batu loncatan di bisnis baru.

Melalui pelaksanaan Buddhisme ini, saya bisa menjadi orang yang lebih bahagia.

Menjadi pimpinan di Soka Gakkai membuat saya mulai sadar bahwa perjuangan terberat adalah harus menang terhadap diri sendiri. Saya bejuang untuk bisa menyemangati orang lain dalam kondisi apa pun, lebih bisa bersosial dan percaya diri. Saya dapat mengatasinya dengan berjuang dalam berdialog dengan orang lain dan belajar Buddhisme. Semakin sering berdialog, saya semakin percaya diri untuk bertemu dengan anggota ataupun teman baru. Melalui daimoku, kearifan pun muncul untuk dapat berdialog dengan terbuka. Bila ada anggota yang sedang mengalami kesulitan, saya pun berjuang untuk menjadi teman dan pendengar yang baik, serta dapat memberinya dorongan semangat yang tepat.

Di masa pandemi ini yang membuat sulit untuk bertemu dengan orang-orang, seluruh pimpinan di Batam termasuk Daerah Nagoya tetap berjuang untuk bisa menyemangati anggota dengan kunjungan daring. Kami pun sering berbagi bimbingan dan menetapkan target daimoku.

Berkat usaha untuk melakukan revolusi manusia, kini saya semakin suka belajar dan membaca. Saya bisa memperdalam pemahaman terhadap Buddhisme Nichiren melalui Gosho. Saya pun berusaha untuk selalu menyelesaikan membaca majalah Soka Spirit setiap bulannya. Saya jadi semakin yakin dengan Buddhisme yang agung ini. Saya pun hampir tidak pernah melewatkan pertemuan. Saat ini saya bertekad untuk berjuang membaca 10 halaman bimbingan dari buku-buku Soka Gakkai dan berbagi bimbingan yang ada di buku tersebut dengan teman-teman seperjuangan lainnya. Tidak hanya belajar, saya juga berjuang untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang membuat saya menghadapi hari-hari dengan gembira dan positif.Saya juga bertekad untuk meyakinkan satu pemuda memeluk Buddhisme Nichiren setiap tahun dan mengajak kawan seperjuangan lainnya untuk dapat memperkenalkan Buddhisme ini kepada orang lain dengan hati yang tulus dan tidak terpaksa. Hidup saya menjadi lebih bermakna dan penuh nilai.

Saya selalu mengingat kalimat dari Nichiren Daishonin, “Satu adalah awal dari sepuluh ribu”. Ketika satu orang bangkit dan berjuang untuk mencapai suatu tujuan, yang lain akan mengikuti.