Sebelumnya
Interview Seikyo Shimbun dengan Perintis Soka Gakkai di Batam
Seikyo Shimbun : Terima kasih, Bapak A tie, telah meluangkan waktu untuk berbagi pengalaman anda kepada kami. Bagaimana anda bisa mulai mengikuti hati kepercayaan ini?
Bapak A tie : Saya lahir di Batam dan saya mulai menganut hati kepercayaan ini di tahun 1983. Awal mulanya, pada tahun 1980-an bisnis saya sangat sulit. Walaupun mendapatkan banyak uang, pengeluaran juga sangat banyak. Suatu hari saya bertemu dengan seorang bapak yang mengatakan, “Pak A tie, saya lihat usaha kamu sangat susah. Kamu sebut Nam-myoho-renge-kyo saja”. Lalu saya tanyakan ke dia, “Apa itu Nam-myoho-rengke-kyo? Saya belum pernah dengar dan tidak tahu itu agama apa.” Tetapi karena si bapak ini ternyata juga baru mengenal Buddhisme ini, dia pun tidak bisa menjelaskannya kepada saya. Dia hanya berkata, “Pokoknya sangat bagus!” Saya hanya berterima kasih padanya, tetapi saya tidak percaya dan mengerti.
Kemudian pada tahun 1981-1982 kakak saya datang dari Singapura, dan ternyata dia sudah menjadi anggota Soka Gakkai di sana. Dia berkata kepada saya: “Kamu sebut Nam-myoho-renge-kyo saja.”
Seikyo Shimbun: Setelah kakak anda menganjurkan untuk menyebut Nam-myoho-renge-kyo, apakah Bapak langsung percaya ?
Bapak A tie : Saya tidak percaya. Saya bahkan meragukan dan bertanya kepada kakak saya, “Apa yang membuat kekuatan Nam-myoho-renge-kyo begitu luar biasa?”.
Seikyo Shimbun : Lalu, apa yang membuat Pak A tie mulai mau menyebut Nam-myoho-renge-kyo?
Bapak A tie : Tidak lama kemudian kakak saya datang lagi, kemudian dia kasih jawaban ke saya. “ Kalau kamu sebut Nam-myoho-renge-kyo ini kamu bisa rubah nasib”! Lalu setelah mendengar jawaban tersebut saya langsung berpikir, “ Saya sudah 40 tahun hidup seperti ini tidak ada perubahan dalam kehidupan saya”. Saya pun akhirnya mulai mencoba menyebut Nam-myoho-renge-kyo”.
Seikyo Shimbun : Setelah Bapak menyebut Nam-myoho-renge-kyo, apa yang anda rasakan?
Bapak A tie : Jadi waktu saya baru saja memulai hati kepercayaan ini selama 6 bulan tiba-tiba saya mengalami sakit perut yang luar biasa dan hampir merenggut nyawa saya. Tidak jelas apa penyakitnya tetapi sangat sakit sekali. Akhirnya saya pun tidak ingin melanjutkan hati kepercayaan ini. Mendengar hal ini, kakak saya buru-buru menjumpai saya, dan berkata “ Kamu tidak boleh melepaskan hati kepercayaan ini, dengan daimoku baru kamu bisa rubah nasib”. Saya pun akhirnya berdaimoku kembali, dan sakit perut saya pun sembuh.
Seikyo Shimbun : Selama anda memeluk hati kepercayaan ini, perjuangan apa yang paling sulit dihadapi ?
Bapak A tie : Semenjak saya memeluk hati kepercayaan ini, saya pun mengikuti kegiatan di susunan yang lama di Batam, saat itu Soka Gakkai belum terbentuk di Batam. Waktu saya ikut pertemuan, saya sama sekali tidak bisa mengerti bahasa indonesia, saya hanya mengerti bahasa Teo Chew. Saya sungguh tidak mengerti pelajaran Gosho selama 6 tahun, ada anggota yang cerita pengalaman pun saya tidak mengerti karena saya benar-benar tidak bisa bahasa Indonesia. Selama 6 tahun juga saya hanya bisa berdaimoku menghadap tembok.
Seikyo Shimbun : Lalu, bagaimana selanjutnya?
Bapak A tie : Pada tahun 1989 saya akhirnya menerima Gohonzon. Tahun 1990 saya mulai mengikuti pertemuan chiku susunan Soka Gakkai di Singapura, karena disana ada pertemuan chiku dibagi dari berbagai bahasa seperti ada tempat pertemuan chiku untuk anggota yang hanya mengerti Teo Chew, ada tempat pertemuan khusus mandarin, dan juga inggris. Setiap sebulan 2 kali saya pergi ke Singapura menggunakan kapal ferry untuk pergi mengikuti pertemuan. Akhirnya saya bisa belajar dan memahami Gosho, serta cerita pengalaman anggota. Saya pun sangat gembira akhirnya bisa mendengar dan mengerti bimbingan dari Ikeda Sensei, hal yang hanya saya pelajari di susunan Soka Gakkai Singapura pada saat itu. Dari situlah akhirnya saya mulai semakin tambah semangat untuk belajar dan melaksanakan hati kepercayaan ini. Sejak kecil saya tidak bisa menulis dan membaca, karena keinginan saya untuk bisa membaca Gosho sangat kuat, saya pun mulai belajar bahasa mandarin secara otodidak dari kamus, buku-buku mandarin, dsbnya. Saya mengikuti pertemuan chiku bolak-balik selama 7 tahun ke Singapura.
Seikyo Shimbun : Sungguh perjuangan yang luar biasa! Lalu, apakah anda pernah mengalami kesulitan terbesar dalam hidup yang pernah anda hadapi?
Bapak A tie : Awal pertamakali saya memeluk hati kepercayaan ini rumah saya kebakaran pada tahun 1983, kemudian kejadian yang sama berulang pada tahun 1984 rumah, toko sembako dan galangan kapal juga habis ludes terbakar, kemudian pada tahun 1990-an untuk ketiga kalinya rumah saya kembali mengalami kebakaran. Memeluk hati kepercayaan selama 11 tahun 3 rumah habis terbakar. Dulu rumah saya masih terbuat kayu dan di tepi pantai, jadi bila ada satu rumah tetangga terbakar, rumah di kiri kanannya pun akan ikut terbakar. Dalam kondisi kelam tersebut saya pun tidak mundur dari hati kepercayaan
Seikyo Shimbun : Luar biasa sekali. Mengapa Bapak A tie bisa tetap mempertahankan hati kepercayaan walaupun berkali-kali menghadapi musibah tersebut?
Bp. A tie : Saya juga heran mengapa saya tidak berkeinginan sama sekali untuk mundur walaupun saya sudah mengalami 3 kali kebakaran rumah. Di dalam hati saya terus berkata pokoknya harus menang melawan 7 rintangan 4 iblis. Apapun yang terjadi saya bertekad untuk tidak pernah menyerah dari hati kepercayaan ini. Saya juga tidak mengeluh dan kecewa, dan tidak pernah menyalahkan lingkungan. Sebenarnya saya bisa saja marah dengan mengatakan “ Mengapa saya memeluk Buddhisme ini tetapi 3 rumah saya habis terbakar”. Tetapi perasaan marah dan kecewa seperti itu tidak ada di hati saya. Saya mengerti inilah karma saya dan bisa menerimanya. Sejak kejadian tersebut saya berdaimoku setiap hari konsisten tidak pernah kurang dari 1 jam sampai hari ini. Saya tidak pernah lepas dari gongyo daimoku. Lalu saya pun berdoa agar saya memilki rejeki untuk bisa membeli ruko untuk berdagang dan membesarkan anak-anak. Tidak lama kemudian pada tahun 1987 doa saya terwujud akhirnya saya dapat membeli ruko 3 lantai. Awalnya saya menyewa ruko tersebut untuk tinggal dari teman baik saya, lalu tiba-tiba teman baik saya menawarkan,” Kamu mau membeli ruko ini tidak?” kemudian saya bilang, “Bagaimana saya bisa beli ruko kamu, saya tidak punya uang untuk beli rumah”, lalu teman saya tersebut dengan mudahnya berkata, “ Sudah kamu kasih saja KTP kamu sekarang, saya proseskan ruko balik nama untuk kamu’. Kemudian dia tanya lagi, “ Kamu mau beli berapa ruko.” Saya jawab, “ Satu saja sudah cukup bagi saya”, lalu teman saya balik berkata, “ Mana cukup 1 ruko kamu kan ada usaha toko bangunan, sudah ambil saja satu ruko lagi. Saya pun kaget karena teman saya memaksa untuk mengambil 2 ruko yang keduanya memiliki 3 lantai. Yang membuat saya kaget, ruko itu seharga 200.000 SGD waktu itu, saya tidak punya uang sebanyak itu, dan akhirnya saya menjual seluruh harta dan perhiasan istri saya dan hanya terkumpul 6.000 SGD. Dengan uang seadanya saya bisa balik nama 2 ruko, tanpa bunga dan dibayar dengan 6.000 SGD. Sungguh sampai saat ini saya tidak percaya hal tersebut bisa terjadi dalam hidup saya, Gohonzon sungguh luar biasa!. Kurnia rejeki lain yang saya dapat adalah rumah ke-3 saya terbakar tetapi saya pelan-pelan bisa membangunnya kembali menjadi rumah dengan 2 lantai dengan bangunan beton yang kuat. Jadi saya memilki 2 ruko dengan 3 lantai dan 1 rumah dengan 2 lantai.
Seikyo Shimbun : Awalnya Bapak A tie sendiri yang menjadi anggota Soka Gakkai, sekarang Batam pun muncul banyak pimpinan yang luar biasa. Bagaimana Bapak A tie melihat susunan Soka Gakkai di Batam sekarang?
Bapak A tie : Saya sangat salut dengan para pimpinan sekarang ini sangat sungguh hati berjuang untuk kosenrufu. Karena kerja keras mereka semua, sekarang ini Honbu Batam berkembang begitu luar biasa. Pada sekitar tahun 2001 saya mengundurkan dari jabatan ketua shibu Batam karena saya tidak bisa membaca dan menulis bahasa Indonesia. Segala kegiatan saya tidak paham karena menggunakan bahasa Indonesia dan saya bukanlah orang yang pintar, jadi saya minta tolong digantikan ke pimpinan lain yang lebih bisa menangani Soka Gakkai di Batam, saya hanya punya hati dan impian bagaimana Soka Gakkai bisa terbentuk di Batam. pimpinan senior pun menyetujuinya dan sejak saat itu jabatan ketua shibu batam digantikan oleh Bapak Trisno Cuandra. Saat mundur saya mengatakan mau jadi anggota saja, tetapi pimpinan senior mengatakan saya jadi penasehat Honbu Batam sampai sekarang.
Seikyo Shimbun : Menurut Pak A tie, Bagaimana sosok Ikeda Sensei ?
Bapak A tie : Saya selalu mendapatkan dorongan semangat dari Ikeda Sensei. Walaupun tidak pernah bertatap muka, bimbingan Ikeda Sensei saya selalu ukir dalam hati. Beliau sosok yang sangat luar biasa. Ada dua bimbingan dari Ikeda Sensei yang selalu saya tanam dalam hati saya.
Apa arti kekalahan dalam hidup? Membuat kesalahan bukanlah kekalahan; Kekalahan berarti menyerah pada diri sendiri di tengah-tengah kesulitan.
Seikyo Shimbun : Apa cita-cita Bapak untuk Soka Gakkai Indonesia sekarang ini ?
Bapak A tie: Impian terbesar untuk Soka Gakkai Indonesia adalah seluruh anggota bisa selalu sehat agar bisa terus berjuang mengembangkan susunan Soka Gakkai di Indonesia.