Sebelumnya
Melalui hati kepercayaan ini, saya telah mencapai berbagai kemenangan yang tidak pernah saya duga dalam kehidupan saya.
Sejak kecil saya sudah mengikuti orangtua aktif dalam berbagai kegiatan di Soka Gakkai. Tahun ini adalah tepat 25 tahun saya berada dalam lingkup keluarga Soka. Saat ini saya masih terlibat aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung kosenrufu seperti menjadi Pundarika, dan bertanggung jawab sebagai ketua pemudi shibu gunung sahari
Sejak kecil saya memiliki kepribadian yang pemalu dan introvert. Orang tua saya sejak kecil membiasakan saya dan kakak laki-laki saya Tobin untuk pergi ke kaikan setiap hari minggu untuk menghadiri pertemuan walaupun sebenarnya saya hanya ingin dirumah dan nonton film kartun, saya menjalankannya sebagai suatu kewajiban yang tidak bisa saya tolak karena takut dengan orang tua saya. Tetapi seiringnya waktu, saya menjadi gembira untuk datang ke pertemuan karena suasana pertemuan yang selalu semangat.
Dari kecil saya sudah diajarkan untuk melakukan gongyo dan melantunkan daimoku oleh orangtua saya. Mama saya pernah mengatakan daimoku adalah seperti tabungan rejeki saya. Jadi setiap saya berdaimoku, saya akan menabung rejeki di kehidupan saya, dan rejeki tersebut akan keluar di saat-saat yang paling kita butuhkan. Saat awal melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, saya tidak memiliki tekad apapun. Saya hanya berdoa menjadi sukses dan menjadi anak yang bisa dibanggakan oleh orangtua.
Karena seringkali menghadiri pertemuan, saya banyak mendengar cerita pengalaman dari para anggota. Walaupun saya melaksanakan daimoku di rumah, jujur saja saat itu saya masih menyimpan keraguan-raguan akan kekuatan daimoku. Saya akan berpikir, “Ah, masa sih sampai sebegitunya”, “sepertinya terlalu berlebihan deh ceritanya”. Namun, saya tetap menjalankan gongyo dan berdaimoku sebagai suatu rutinitas saja, dan tidak pernah mencoba untuk membuktikan kekuatan daimoku.
Ketika SMA, saya pertama kalinya bertemu dengan teman-teman baru dan lingkungan yang baru. Awalnya saya mengalami depresi saat perpindahan sekolah baru, karena saya tidak bisa beradaptasi dengan sekolah tersebut. Sekolah ini adalah pilihan orangtua saya, bukan sekolah yang saya inginkan. Di sini pun saya mulai menanamkan tekad dan mencoba membuktikan kekuatan daimoku agar saya bisa beradaptasi. Berkat daimoku, saya pun mulai menjalani kehidupan di sekolah dengan pikiran yang positif, apalagi lokasinya dekat dengan kaikan tempat favorit saya. Perlahan-lahan saya mulai memiliki teman dan mulai merasakan kegembiraan di sekolah serta muncul keberanian untuk memperkenalkan hati kepercayaan ini kepada 2 teman sekelas saya. Inilah bukti kekuatan daimoku yang saya rasakan pertama kali dalam kehidupan.
Setelah lulus SMA, saya mengambil kuliah Diploma jurusan Tata Busana atau Fashion Design di LaSalle College Jakarta. Awal kuliah saya tidak mengalami masalah apapun. Hingga semester 3 kuliah, saya dihadapkan dengan seorang dosen yang membuat saya putus asa dan tidak percaya diri. Banyak senior kampus yang mengatakan bahwa dosen ini, bila sudah tidak menyukai desain dari satu murid tersebut, selamanya dosen ini tidak akan suka dengan murid tersebut dan sulit sekali untuk bisa lulus. Sejak awal bertemu dengan dosen mata kuliah desain tersebut, saya hanya berdoa dalam hati agar semua akan lancar seperti biasa, dan saya bisa lulus tanpa ada masalah apapun.
Namun semua tidak berjalan sesuai dengan doa saya. Saya menjadi satu-satunya murid di kelas tersebut yang desainnya tidak terpilih dan seringkali dimarahi dengan kata-kata kasar di hadapan murid lainnya. Tentu saja hal tersebut membuat saya menjadi sangat putus asa dan dosen tersebut mewajibkan saya untuk menggambar ulang 50 desain baju yang baru hanya dalam waktu satu malam. Setelah keluar dari kelas tersebut, seketika itu saya langsung menangis di depan orang-orang. Ketika pulang ke rumah saya menceritakan kepada orangtua saya. Saya sangat berejeki memiliki orangtua yang selalu menyemangati saya dan selalu mengatakan ‘tidak perlu khawatir’.
Saya diingatkan kembali oleh orangtua untuk tidak membenci dosen tersebut, dan justru harus mendoakan kebahagiaannya. Selama semester 3 hingga 6, saya selalu berhadapan dengan dosen tersebut dan membuat saya menjadi kebal dengan amarah dan kata-kata kasarnya. Yang membuat saya sangat sedih adalah awalnya saya memiliki banyak teman di kelas. Namun karena dosen ini tidak suka dengan saya, mereka mulai satu per satu menjauhi saya dan beberapa mulai berpindah kelas. Dengan hati yang sedih, saya terus berdaimoku. Tekad saya hanya satu di saat itu, bagaimanapun juga saya harus lulus tepat 2 tahun tanpa harus mengulang satu pun mata kuliah.
Setiap kali dosen tersebut melihat desain saya dan memarahi saya, saya selalu diam dan mengakhiri seluruh ucapannya dengan kata ‘terima kasih’ dan menerima semua yang dia katakan dengan tenang. Dalam ujian akhir semester 3 di kelas dosen tersebut, saya mendapat nilai 57 dan dinyatakan tidak lulus oleh dosen tersebut. Saya hanya bisa menerima nilai tersebut tanpa berkata apa-apa. Akan tetapi yang membuat saya terkejut, tiba-tiba kertas nilai saya diambil kembali olehnya, dan dia mengatakan, “Sekarang saya kasih nilai kamu jadi 60”. 60 adalah nilai minimum untuk dapat lulus. Ini benar-benar mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin! Saat itu saya langsung mengucapkan terima kasih padanya dengan hati yang sungguh-sungguh senang. Hingga semester akhir, walaupun desain saya tetap tidak disukai oleh dosen tersebut, sikapnya mulai berubah terhadap saya. Dia mulai mau berbicara dengan saya tanpa marah-marah dan bercanda dengan saya. Saya lulus tepat 2 tahun dan bahkan dosen tersebut memberikan ucapan selamat secara pribadi kepada saya. Saya yakin semua ini adalah hasil dari saya melantunkan Nam-myoho-renge-kyo dengan tekad untuk tidak pernah membencinya, dan bahkan berdoa untuk kebahagiaannya.
Di dalam Buddhisme Nichiren dikatakan bahwa kemarahan adalah kondisi kehidupan yang dapat diubah dengan belajar untuk menang bukan terhadap orang lain, tetapi dengan menang terhadap diri kita sendiri.
Sesibuk apa pun, saya selalu bertekad untuk menyempatkan waktu mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendukung kosenrufu. Ketika kita bertekad di awal seperti itu, jadwal kuliah, kerja kelompok dan hal lainnya menjadi tidak bentrok dan saya bisa mengikuti semua kegiatan dengan lancar.
Nichiren Daishonin mengatakan, “Hatilah yang paling penting”.
Setelah lulus di tahun 2015, saya ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri. Mama juga mendukung dan mengatakan bahwa Beliau juga menginginkan salah satu anaknya untuk bisa belajar di luar negeri. Saya memutuskan untuk pergi ke Sydney, Australia. Seluruh pengerjaan prosedur untuk kuliah dan visa berjalan dengan sangat lancar dan cepat.
Satu minggu sebelum berangkat ke Sydney, saya terkena demam berdarah dan dirawat di rumah sakit. Saya pun terpaksa mengubah jadwal keberangkatan saya. Mama selalu mengajarkan saya untuk melihat secara positif dan berterima kasih atas kejadian apa pun yang kami hadapi. Beliau mengatakan ini adalah satu karunia saya, karena sakitnya sekarang dan bukan ketika saya berada di Sydney. Saya pun sungguh-sungguh berterima kasih kepada Gohonzon. Jika saya sakit di Sydney, tidak ada yang mendampingi saya dan tentu saja biaya rawat di Sydney akan jauh lebih mahal.
Saya tiba di Sydney di pertengahan bulan Juli dan sudah memasuki musim dingin. Teman satu apartemen saya mengatakan bahwa biasanya akan sulit mencari pekerjaan selama musim dingin. Namun, saya mendapatkan pekerjaan paruh waktu sebagai pelayan di salah satu rumah makan yang cukup terkenal di Sydney dalam waktu 4 hari. Saya yakin ini semua berkat saya telah memupuk rejeki dari daimoku dan menjalankan kosenrufu di Soka Gakkai. Sebelum mulai kuliah, manajer saya memberikan jadwal full-time setiap hari selama dua minggu dari buka hingga tutup, sehingga saya bisa menambah tabungan saya. Setiap liburan kuliah pun manajer akan selalu memberi saya kesempatan kerja melebihi biasanya. Dengan demikian saya sanggup untuk membayar uang kuliah dan biaya tinggal di Sydney dengan gaji sendiri. Di Sydney pun saya terus berjuang untuk kosenrufu. Kuliah saya pun sangat lancar dan nilai saya termasuk salah satu yang tertinggi di kelas. Saya dapat membagi waktu antara kuliah dan bekerja, tanpa melalaikan kegiatan kosenrufu tidak peduli di mana pun saya berada.
Pada Agustus 2019 saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia, karena sebelum berangkat saya sudah bertekad untuk mengambil bagian dalam Pameran Kitab Sutra Bunga Teratai di bulan September - Oktober 2019. Saya benar-benar senang bisa kembali di waktu yang pas. Saya pun mulai menyibukkan diri untuk membantu pameran. Saya berhasil mengundang beberapa teman untuk hadir dalam pameran ini dan memandu mereka. Sungguh berejeki saya mendapatkan tugas sebagai pemandu, yang berarti saya bisa menyumbang suara untuk menanamkan benih-benih perdamaian dan bertemu langsung dengan banyak orang dari berbagai kalangan.
Di tahun 2020 ini, saat saya berulang tahun ke 25, saya mengingat kembali seluruh perjalanan hidup saya saat melantunkan Nam-myoho-renge-kyo. Saya menyadari bahwa saya sungguh berejeki dan bahwa kekuatan kepercayaan (Jpn. shinjin) ini memang sungguh luar biasa. Karunia terbesar saya di tahun ini adalah terwujudnya tekad saya untuk memiliki toko busana sendiri di umur 25 tahun, dan tercapainya target sumbangan (Jpn. gokuyo) saya di bulan Maret yang lalu. Saya juga bertekad untuk mempererat keakraban antarpemudi di shibu saya dan berjuang dengan berani dalam memperkenalkan Buddhisme ini kepada seluruh teman terdekat saya.
Saya yakin kita hanya perlu sepenuhnya percaya dengan Gohonzon, terus melantunkan Nam-myoho-renge-kyo dan membaca serta melaksanakan kata-kata Gosho dan bimbingan Ikeda Sensei.
Dalam Gosho tertulis, “Tiada doa dari pelaksana kitab Sutra Bunga Teratai yang tidak terkabulkan”.
Saya bangga bisa terlahir dalam keluarga Soka dan berjuang menjalankan kehidupan sebagai pemudi yang ceria dan penuh rejeki. Terima kasih untuk seluruh teman-teman Soka Gakkai dan Ikeda Sensei yang terus memberikan bimbingan dan menyemangati saya.