Menu
Komunitas

Komunitas

Mengubah Karma Menjadi Misi Meraih Impian

Awal saya mengetahui Buddhisme Nichiren adalah di tahun 2010, ketika salah satu orangtua murid les saya di Batam, yang merupakan anggota Soka Gakkai, mengajak saya mengikuti pertemuan di balai pertemuan Batam. Saat itu saya tidak tertarik sama sekali dengan Buddhisme Nichiren. Yang terpenting bagi saya adalah bekerja dan mencari uang untuk menghidupi ketiga anak saya agar dapat bersekolah, apalagi biaya hidup di Batam sangat tinggi. Saya harus berjuang sendiri sebagai seorang ibu karena suami saya tidak bertanggung jawab. 

Suami saya seorang pecandu narkoba, dan juga suka mabuk-mabukan setiap hari. Dia sama sekali tidak pernah memikirkan keluarga. Dia selalu minta uang kepada saya dengan alasan untuk modal. Jika tidak diberi, dia akan melakukan kekerasan fisik terhadap saya. 

Hari-hari saya sangat menderita. Dulu saya sempat menganut salah satu aliran Buddhis. Saya sering berdoa dan mengikuti apa pun yang diajarkan, tetapi tidak dapat menyelesaikan masalah saya dan tidak ada jalan keluar. Akhirnya, saya menjadi tidak percaya agama apa pun saat itu. Bagi saya, yang paling penting adalah kerja dan mencari uang untuk anak-anak saya. Secara kebetulan lagi, orangtua dari anak yang suka menumpang ojek saya juga anggota Soka Gakkai di Batam. Panggilannya Ibu San-san. Dia seringkali menyemangati saya untuk bisa bersabar dan menyarankan saya untuk melantunkan Nam-myoho-renge-kyo. Namun lagi-lagi saya menolaknya.

Suami saya masuk penjara karena tertangkap sedang mengonsumsi narkoba. Saya benar-benar sudah tidak tahan perilaku suami saya. Namun saya luluh karena dia mengatakan bahwa akan bertobat. Akhirnya, saya pun tetap percaya dengannya, dan menunggu dengan sabar sampai dia keluar dari penjara selama satu tahun delapan bulan. Saya menjadi tulang punggung keluarga dan berjuang melakukan segala pekerjaan demi anak-anak saya, dari menjadi tukang cuci, pengojek, dan guru les. Saya berharap ketika suami saya keluar dari penjara kehidupan kami akan menjadi lebih baik. Saudara-saudara saya menjauhi kami karena takut dimintai bantuan atau pinjaman uang untuk jaminan suami saya. Hanya Ibu San-san yang terus menyemangati saya saat itu. Dia terus membantu saya mencarikan pekerjaan bila ada saudara atau teman-temannya yang membutuhkan tukang cuci baju. Saya selalu menerima pekerjaan apa pun demi bisa mendapatkan penghasilan.

Suami saya akhirnya keluar dari penjara. Dia berjanji untuk tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Awalnya dia terlihat baik, tetapi tidak sampai satu bulan, dia mulai lagi minta uang kepada saya dengan alasan untuk modal. Tidak lama kemudian, dia terjerumus lagi menggunakan narkoba, bahkan pergaulannya menjadi semakin parah. Demi mendapatkan uang untuk narkoba, dia menipu orang lain yang akhirnya menyulitkan saya, karena para korban penipuan oleh suami saya akan mencari sampai ke rumah. Saat itu saya benar-benar merasa sudah sangat putus asa dan setiap hari menderita seperti di neraka.

Pada bulan Juli 2016, saya nekat pindah ke Surabaya untuk menghindari semua masalah dan mulai hidup baru. Setibanya di Surabaya, saya benar-benar memulai hidup saya kembali dari nol dan tidak punya pekerjaan. Salah satu saudara saya di Surabaya memberikan pekerjaan melipat amplop dengan upah satu amplop Rp 1,-, saya melipat 15.000 amplop per hari, berarti upah yang saya dapatkan Rp 15.000,- per hari.

Saat itu saya tidak pilih-pilih pekerjaan, apa pun saya lakukan. Saya terkadang bisa makan, terkadang tidak bisa makan. Sampai ada satu titik saya merasa tidak sanggup lagi hidup susah seperti ini.

Di saat saya sudah hampir menyerah terhadap hidup saya, Ibu San-san ternyata tidak menyerah terhadap saya. Dia berusaha mencari kontak saya melalui teman saya dan menghubungi saya. Saya langsung menceritakan mengenai kesulitan saya. Ibu San-san sekali lagi menyemangati saya untuk mencoba melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, cukup lima menit saja. Saya mengikuti saran tersebut dan berdaimoku selama 10 menit karena saya sudah merasa tidak ada cara lain. Dia menyemangati saya untuk terus meningkatkan jumlah daimoku saya setiap hari. Awalnya saya sering marah-marah akibat stres dengan masalah yang saya hadapi. Namun secara perlahan, melalui daimoku, saya menjadi tidak mudah emosi. Setiap kali ingin marah, saya berdaimoku dalam hati. Ketika melipat amplop pun saya berdaimoku dalam hati. Secara perlahan perubahan mulai muncul dalam kehidupan saya. Sejak saya pindah ke Surabaya, saya tinggal di rumah yang terletak di tengah-tengah sawah dan hutan, banyak serangga, tikus, ular, sehingga benar-benar tidak nyaman untuk tinggal.

Suatu hari pimpinan Surabaya, Bapak Hotma beserta istri dan anggota lainnya mengunjungi saya di rumah. Mereka begitu tulus memperhatikan saya. Saya diajak ke pertemuan di Surabaya, dan saya  sangat tersentuh ketika bertemu dengan para anggota Soka Gakkai di Surabaya. Mereka menyambut saya dengan hangat, padahal saya merasa sangat rendah diri. Saya melihat diri saya sebagai orang yang tidak berharga karena miskin dan punya suami yang pernah dipenjara, sehingga setiap saya bertemu orang lain, saya selalu menundukkan kepala. Namun anggota Soka Gakkai begitu memperhatikan saya. 

Sejak mengikuti pertemuan tersebut, saya menjadi semakin menyukai datang ke pertemuan. Lokasi rumah saya yang sangat jauh dari tempat pertemuan menjadi salah satu tantangan bagi saya. Walaupun saya sering dijemput dan diantar pulang oleh pimpinan atau anggota lain karena saya tidak punya kendaraan pribadi, saya merasa sangat tidak enak hati. Soalnya perjalanan ke rumah saya sangat jauh dan aksesnya sangat sulit sehingga saat tiba sudah larut malam. Saya terus berdaimoku, dan pelan-pelan saya mulai mendapatkan rejeki tambahan dari melipat amplop. Awalnya saya hanya sanggup membeli ½ kilogram beras untuk sebulan, akhirnya saya bisa membeli 1 kilogram beras per bulan untuk makan saya dan anak-anak. 

Pergi ke forum diskusi cabang (Jpn. chiku) yang diadakan malam hari menjadi tantangan yang luar biasa bagi saya. Karena bertekad untuk tidak merepotkan orang lain dalam menjemput dan mengantar saya, saya berusaha untuk menjadi mandiri dengan penghasilan sendiri. Namun fungsi iblis terkadang menyerang pikiran saya. Jika menggunakan jasa transportasi daring (Eng. online), biayanya cukup besar. Selain itu, saya juga harus menunggu sekitar satu jam karena rumah saya yang terletak di tengah-tengah sawah dan hutan, sehingga tidak muncul di peta dan sulit untuk dijangkau. Saya harus berjalan kaki ke tempat yang bisa dijangkau oleh pengemudinya, dengan melalui jalanan berlumpur dan melepas alas kaki agar tidak mengotori sandal saya. Bahkan saya pernah  menginjak lintah. Belum lagi kondisinya yang gelap dan harus melewati kuburan. Saya mengumpulkan uang receh Rp. 100,- dan Rp. 200,- sampai terkumpul Rp. 50.000,- agar saya bisa punya ongkos ke pertemuan. Pernah satu kali, terlintas di pikiran saya apakah sebaiknya saya tidak pergi? Bila saya pergi, saya tidak bisa makan pada keesokan hari, belum lagi rintangan lain yang harus saya hadapi untuk pergi ke pertemuan. Namun saya benar-benar ingin pergi. Saya berdaimoku dalam hati agar muncul kekuatan untuk bisa memberanikan diri untuk tetap pergi. Saya akhirnya memutuskan untuk pergi ke pertemuan dan bertekad dalam hati, “Tidak makan besok pun tidak apa-apa. Pokoknya saya harus pergi ke pertemuan.”

Saya sangat gembira dan tersemangati ketika mengikuti forum diskusi cabang. Pulangnya diantar oleh anggota. Saya sangat berterima kasih atas ketulusan hati para pimpinan dan anggota Soka Gakkai di Surabaya. Keesokan harinya, hal yang sangat luar biasa terjadi. Uang yang saya gunakan untuk ongkos ke pertemuan tergantikan. Saya mendapatkan bonus dan uang lebih dari hasil kerja melipat amplop, dan saya bisa membeli kebutuhan lainnya selain untuk makan. Bagi saya hal tersebut merupakan bukti nyata dari Buddhisme ini. Tidak ada yang sia-sia ketika kita berjuang setulus hati untuk kosen-rufu.

Saya baru benar-benar memahami Buddhisme Nichiren sekitar Juni 2018, dan bertekad menerima Gohonzon di tahun yang sama pada Oktober 2018. Melalui Buddhisme ini, saya yakin saya bisa mengubah nasib, bukan menghindari nasib. Saya sangat percaya dengan kekuatan dari Gohonzon.

Ada satu peristiwa lain yang menguatkan keyakinan saya kepada Gohonzon. Saya harus melakukan operasi pengambilan spiral yang sudah lama menempel dalam tubuh saya. Saat itu saya merasakan nyeri yang luar biasa. Saya terus menyebut Nam-myoho-renge-kyo  sepanjang operasi. Akhirnya spiral tersebut bisa terlepas dengan mudah sampai dokter pun takjub dan bertanya “Apa yang Ibu sebut tadi?” Saya menjelaskan tentang Nam-myoho-renge-kyo dan Soka Gakkai. Saya merasa sangat dilindungi oleh dewa-dewi. Sejak saat itu saya menjadi semakin giat berdaimoku dan bertekad memperkuat keyakinan saya terhadap Buddhisme ini.

Perlahan-lahan kehidupan saya membaik. Satu tahun setelah menerima Gohonzon, saya mendapatkan pekerjaan sebagai admin di perusahaan ekspedisi. Hal ini sungguh tidak saya pernah saya bayangkan sebelumnya. Ketika bos menanyakan gaji yang saya inginkan, saya hanya menjawab yang penting saya memiliki pekerjaan, berapa pun gajinya saya sangat bersyukur. Saya berpikir bahwa saya akan digaji dengan upah minimum. Ternyata gaji yang saya terima melebihi yang saya pikirkan, dan bisa memenuhi kebutuhan saya, tidak kurang atau lebih. Saya sangat berterima kasih kepada Gohonzon bahwa saya mendapat rejeki yang sesuai dengan kebutuhan saya. Anak-anak saya pun bisa bersekolah dengan baik dan mendapatkan nilai yang baik di sekolah. Bahkan salah satunya sudah berkuliah sambil bekerja. Sekarang saya pun sudah tinggal di rumah yang layak dan nyaman di pinggir jalan yang mudah diakses seperti yang saya doakan. Saya juga bisa memiliki kendaraan sepeda motor walaupun bekas, yang saya bisa gunakan untuk berpergian, terutama ke pertemuan. Saya benar-benar tidak menyangka bahwa dari seorang tukang cuci dan pengojek saya sekarang bisa bekerja di kantor. Buddhisme ini benar-benar mengubah nasib saya!

Ikeda Sensei mengatakan, “Ketika sedang menderita, sebutlah daimoku sambil mencurahkan kesusahan hati Anda apa adanya kepada Gohonzon. Jalan maju pasti terbuka. Tidak ada kebuntuan yang tidak bisa diterobos dengan kepercayaan.” 

Hubungan saya dengan mantan suami juga membaik. Awalnya tentu saja saya tidak dapat menerima perbuatannya, dan sangat membencinya. Sejak pindah ke Surabaya, saya melarang anak-anak saya berkomunikasi dengannya walaupun dia suka mencari anak-anak saya. 

Saya berpikir karena saya sudah belajar Buddhisme ini, maka saya harus berani dan bisa memaafkan mantan suami saya dengan tulus. Pada akhir tahun 2019, saya baru bisa berkata pada diri sendiri bahwa saya sudah benar-benar ikhlas memaafkan mantan suami saya dari lubuk hati terdalam. Saya pun mulai mengijinkan anak-anak saya untuk berkomunikasi dan bertemu dengan mantan suami saya di Batam. Suami saya pun sudah menikah lagi.

Saya bertekad untuk bisa lebih banyak lagi berdaimoku, bisa mengajak orang lain menjadi bahagia seperti saya sekarang ini, dan di masa depan semua anak-anak saya bisa memeluk Buddhisme ini. Saya sangat berterima kasih kepada Gohonzon dan para anggota Soka Gakkai yang selalu menyemangati saya. Kekuatan Gohonzon memang sangat luar biasa!

Nichiren Daishonin mengatakan, “Rasakan penderitaan sebagai penderitaan, nikmati kegembiraan sebagai kegembiraan. Anggaplah penderitaan maupun kegembiraan sebagai kenyataan hidup, dan teruslah melantunkan Nam-myoho-renge-kyo, tidak peduli apa pun yang terjadi. Bukankah ini adalah kegembiraan tak terbatas dari Dharma? Perkuat hati kepercayaan Anda lebih daripada sebelumnya” (WND-1, hlm. 681; “Perihal Kebahagiaan Di Dunia”).